Utilitarianisme dalam Filsafat Hukum: Konsep Kemanfaatan sebagai Dasar Pembentukan dan Penilaian Hukum

Filsafat Hukum
Sumber :
  • https://thumb.viva.id/vivawisata/1265x711/2024/04/17/661f9a38d1b71-para-filsuf-yunani-dan-romawi-kuno_wisata.jpg

 

Ideologi Politik dan Sistem Politik Indonesia dalam Perspektif Hukum Tata Negara

Utilitarianisme Menurut Jeremy Bentham

 

Pemilu dan Pilkada dalam Perspektif Hukum Tata Negara Indonesia Kontemporer

Jeremy Bentham merupakan tokoh sentral dalam aliran utilitarianisme yang secara sistematis merumuskan prinsip kemanfaatan dalam hukum dan moral. Pemikiran Bentham lahir dalam konteks sosial Inggris pada akhir abad ke-18 yang ditandai oleh ketimpangan sosial, sistem hukum yang diskriminatif, serta minimnya perlindungan terhadap kelompok masyarakat lemah. Kondisi tersebut mendorong Bentham untuk mengkritik keras sistem hukum yang berlaku dan menawarkan konsep hukum yang lebih rasional dan berorientasi pada kesejahteraan manusia.

 

Hak Asasi Manusia dalam Sistem Hukum Indonesia: Prinsip Universal, Perkembangan, dan Penegakannya

Bentham berpendapat bahwa kesenangan merupakan sesuatu yang baik, sedangkan penderitaan merupakan sesuatu yang buruk. Atas dasar ini, ia merumuskan prinsip the greatest happiness of the greatest number, yang menegaskan bahwa tujuan hukum adalah menciptakan kebahagiaan terbesar bagi jumlah orang terbanyak. Hukum tidak boleh melayani kepentingan segelintir elite, melainkan harus diarahkan untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat.

 

Untuk menilai apakah suatu tindakan atau kebijakan hukum membawa kebahagiaan atau penderitaan, Bentham mengembangkan kalkulus hedonistik. Melalui kalkulus ini, kesenangan dan penderitaan dapat diukur berdasarkan intensitas, durasi, kepastian, dan dampaknya bagi orang lain. Pemikiran Bentham menempatkan hukum sebagai alat rasional yang secara sadar dirancang oleh negara guna mencapai tujuan sosial berupa kebahagiaan dan keamanan masyarakat.

 

Utilitarianisme Menurut John Stuart Mill

 

John Stuart Mill melanjutkan sekaligus mengoreksi pemikiran Jeremy Bentham dengan memberikan kedalaman filosofis yang lebih besar terhadap konsep kebahagiaan. Mill menilai bahwa pandangan Bentham terlalu menyederhanakan kebahagiaan dengan menilainya secara kuantitatif semata. Menurut Mill, kualitas kebahagiaan juga harus diperhitungkan, karena tidak semua kesenangan memiliki nilai yang sama.

 

Mill membedakan antara kesenangan yang bersifat rendah dan kesenangan yang bersifat tinggi. Kesenangan intelektual, moral, dan spiritual dianggap lebih bernilai dibandingkan kesenangan fisik semata. Pandangan ini memberikan dimensi etis yang lebih kaya dalam utilitarianisme, karena hukum tidak hanya diarahkan untuk memaksimalkan kesenangan, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia.

 

Dalam konteks hukum, Mill menekankan pentingnya keadilan sebagai bagian integral dari kemanfaatan. Ia berpendapat bahwa keadilan tidak bertentangan dengan utilitarianisme, melainkan merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan umum. Hukum yang adil adalah hukum yang melindungi hak-hak individu sekaligus menjamin kebahagiaan masyarakat secara keseluruhan.

Halaman Selanjutnya
img_title