Masyarakat Madani dalam Perspektif Hukum dan Demokrasi Konstitusional di Indonesia
- https://3.bp.blogspot.com/-v5GGTiB8q2U/WSdtGxOWpiI/AAAAAAAABbY/ogB4zc0486IhN2WPHhKxNFfxX1TYgLleACLcB/w1200-h630-p-k-no-nu/politik-kompasiana.jpg
Olret – Konsep masyarakat madani atau civil society merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan negara hukum dan demokrasi modern. Wacana ini berkembang sebagai respons terhadap praktik kekuasaan yang bersifat absolut dan sentralistik, baik dalam konteks negara monarki maupun negara modern yang otoriter. Dalam kerangka negara hukum (rechtsstaat), masyarakat madani berfungsi sebagai kekuatan sosial yang menjamin adanya pembatasan kekuasaan negara melalui mekanisme partisipasi, kontrol, dan pengawasan publik.
Di Indonesia, konsep masyarakat madani memiliki dimensi yang lebih kompleks karena bertemu dengan nilai-nilai Pancasila, pluralitas sosial budaya, serta peran agama dalam kehidupan publik. Oleh karena itu, pembahasan masyarakat madani tidak dapat dilepaskan dari aspek yuridis-konstitusional, khususnya terkait perlindungan hak asasi manusia, kebebasan sipil, dan supremasi hukum sebagaimana diatur dalam UUD 1945.
Pengertian Masyarakat Madani (Civil Society)
Masyarakat madani atau civil society merupakan suatu tatanan masyarakat yang terbentuk dari berbagai organisasi dan asosiasi warga negara yang bersifat sukarela, mandiri, dan bebas dari dominasi negara. Dalam perspektif hukum, masyarakat madani dipahami sebagai subjek kolektif yang memiliki hak konstitusional untuk berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat sebagaimana dijamin dalam peraturan perundang-undangan.
Keberadaan masyarakat madani menegaskan bahwa negara bukanlah satu-satunya aktor dalam kehidupan publik. Masyarakat memiliki ruang otonom untuk mengartikulasikan kepentingan, mengawasi kebijakan negara, serta memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bersama. Oleh karena itu, masyarakat madani menjadi elemen penting dalam sistem demokrasi konstitusional yang sehat.
Konsep Masyarakat Madani dalam Perkembangan Sejarah
Secara historis, konsep masyarakat madani berakar pada pemikiran filsafat politik Barat sejak era klasik hingga modern. Aristoteles dengan konsep koinonia politike memandang masyarakat sebagai komunitas politik yang aktif berpartisipasi dalam pengambilan keputusan publik. Pemikiran ini kemudian berkembang melalui Cicero, John Locke, dan Jean-Jacques Rousseau yang menekankan pentingnya kontrak sosial dan pembatasan kekuasaan negara.
Dalam tradisi Islam, konsep masyarakat madani tercermin dalam Piagam Madinah yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW. Piagam ini mengatur hubungan antara kelompok masyarakat yang berbeda agama dan suku dalam satu tatanan hukum yang adil dan berkeadaban. Dengan demikian, masyarakat madani bukanlah konsep eksklusif Barat, melainkan memiliki dimensi universal yang relevan dengan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan.