3 Fakta Menyakitkan tentang Pernikahan yang Jarang Dikatakan!

persiapan sebelum menikah
Sumber :

Orlet - Euforia ketika kita hendak melangsungkan akad nikah, antusias diri saat memasuki babak baru dari perjalanan kehidupan kita dengan memutuskan untuk menikah, semua itu tentu memberikan sensasi yang mendebarkan.

Aaliyah Massaid Melahirkan Anak Pertama, Thariq Halilintar Ungkap Rasa Haru Sambut Kelahiran Putra Mereka

Bayangan pernikahan yang bahagia, kehidupan percintaan harmonis, rumah tangga yang dipenuhi suka cita akan berbanding terbalik saat kita sudah berkecimpung mengarungi bahtera rumah tangga.

Ujian, tantangan, rintangan dan cobaan datang silih berganti menguji pasangan suami istri. Hanya mereka yang takut Tuhan, memiliki iman dan pengendalian dirilah akan mampu melewati masa-masa kritis pernikahan.

5 Jebakan Pertanyaan untuk Mengetes Kesetiaan Pasanganmu

Berikut ini akan kita bahas mengenai tiga painful truth tentang pernikahan yang luput disadari oleh orang-orang dimabuk asmara seperti yang kami kutip dari akun instagram @jessy.psikolog, mari simak sampai tuntas.

1. Punya Anak Tidak Selalu Memperkuat Hubungan, Justru Mengujinya

Debi Sagita Rayakan Satu Tahun Pernikahan dengan Pesan Manis untuk Marco Ivanos

Pada umumnya pasangan yang menikah mengharapkan kehadiran buah hati. Mendambakan anak yang akan memeriahkan suasana rumah. Akan tetapi, memiliki anak tidak selalu mempererat hubungan suami istri. Hanya mereka yang cukup dewasa, siap secara mental mampu melewati masa-masa awal ketika si kecil lahir.

Tahukah kalian bahwa mempunyai bayi selain mendatangkan bahagia juga sangat menguji kesabaran. Terlebih setelah melahirkan badan ibu akan terasa sakit di sekujur tubuh. Support system sangat dibutuhkan seorang wanita yang telah menjadi ibu, terutama dari suami.

Bayangkan jika sang suami tidak memberikan dukungan baik itu dengan membantu meringankan pekerjaan ibu sekaligus membantu mengasuh bayi. Menyerahkan segalanya pada keluarga padahal peran suami sangat penting dalam mendampingi istri yang baru saja melahirkan.

Pembagian peran, komunikasi, pola asuh, banyak aspek yang kemudian diuji setelah memiliki anak. Jika mampu melaluinya pasangan suami istri akan lebih mengenal dan semakin bahagia.

2. Pernikahan Tidak Menghapus Trauma, Justru Mengaktivasinya

Penulis mempunyai pengalaman pribadi berkaitan dengan trauma tentang pernikahan. Dan poin kedua ini memang sangat benar. Seringnya menyaksikan rumah tangga orang lain hancur karena pihak ketiga, menjadi tempat curhat teman yang gagal menuju pelaminan padahal sudah bertunangan, memicu reaksi berlebihan berupa rasa takut akan pengkhianatan, kekhawatiran membangun biduk rumah tangga.

Alhasil setelah menikah bukannya perasaan tersebut hilang namun justru semakin muncul. Beruntungnya suami bisa mengerti keadaan diri ini jika tidak, penulis yakin rumah tangga yang dijalani terasa seperti neraka.

Orang yang paling dekat dengan kita merupakan trigger paling tepat memicu trauma masa lalu, terutama yang berkaitan erat dengan luka relasi dengan orang tua.

3. Bukan Konflik yang Menghancurkan Hubungan tapi Reaksi Terhadap Konflik Tersebut

Mustahil dua orang yang menjadi satu dalam hubungan pernikahan tidak berkonflik. Pasti ada saja masalah yang timbul bisa jadi karena perbedaan pendapat. Hanya saja cara orang menghandle konflik yang sedang terjadi bermacam-macam.

Ada yang memilih untuk duduk berdua dengan kepala dingin berdiskusi demi mencari kesepakatan bersama, namun ada juga pasangan yang memilih lari dari masalah, enggan menyelesaikan, mendiamkan pasangannya berharap berlalu begitu saja tanpa ada solusi, sampai melakukan kekerasan dan berselingkuh yang justru malah menambah deretan masalah baru.

Itulah ketiga painful truth atau fakta menyakitkan terkait pernikahan yang jarang orang katakan. Tidak ada pernikahan yang selalu indah dan sempurna melainkan saling menyempurnakan dalam hubungan.

Kita semua layak mendapatkan kehidupan pernikahan yang cukup baik dimana pasangan mau untuk saling mengisi dan saling membahagiakan satu sama lain.