Mazhab Sejarah dalam Filsafat Hukum: Evolusi, Pemikiran, dan Relevansinya bagi Pembentukan Hukum Modern

Filsafat Hukum
Sumber :
  • https://thumb.viva.id/vivawisata/1265x711/2024/04/17/661f9a38d1b71-para-filsuf-yunani-dan-romawi-kuno_wisata.jpg

Mazhab sejarah kemudian menjadi landasan penting dalam memahami hukum sebagai fenomena sosial yang terus berkembang, bukan sekadar kumpulan aturan yang ditetapkan oleh penguasa.

Sosiologi Hukum dan Sociological Jurisprudence dalam Dinamika Pembentukan dan Penerapan Hukum

Pemikiran Friedrich Karl Von Savigny

Von Savigny merupakan tokoh utama dari mazhab sejarah yang lahir pada tahun 1779 di Frankfurt. Ia menekankan bahwa hukum bukanlah sesuatu yang dibuat secara artifisial oleh penguasa atau legislatif, tetapi tumbuh secara organik bersama masyarakat.

Utilitarianisme dalam Filsafat Hukum: Konsep Kemanfaatan sebagai Dasar Pembentukan dan Penilaian Hukum

Konsep Volksgeist yang diperkenalkannya menyatakan bahwa hukum lahir dari jiwa kolektif bangsa, mencerminkan adat istiadat, nilai-nilai moral, dan pengalaman sosial masyarakat.

Von Savigny menolak pandangan hukum alam yang bersifat universal dan teori positivisme yang menganggap undang-undang dapat menyelesaikan semua masalah hukum.

Positivisme Hukum dalam Filsafat Hukum: Perkembangan Pemikiran dan Kontribusi Hans Kelsen, John Austin, dan H.L.A. Hart

Menurutnya, setiap bangsa memiliki karakteristik unik yang tercermin dalam bahasa, adat, dan kebiasaan. Hukum berkembang dari masyarakat sederhana ke masyarakat kompleks melalui proses sejarah, bukan sekadar perintah formal.

Peran hakim dan ahli hukum menurut Von Savigny sangat penting. Meskipun hukum tumbuh secara alami dari masyarakat, hakim perlu menafsirkan, menyesuaikan, dan menyusun hukum agar tetap relevan dengan perkembangan sosial.

Savigny juga menekankan bahwa hukum harus mencerminkan kepentingan seluruh masyarakat, bukan sekadar kepentingan golongan tertentu. Pandangan ini menjadikan mazhab sejarah sebagai pendekatan yang menghargai keseimbangan antara tradisi, moralitas, dan kebutuhan hukum formal.

Pemikiran Georg Friedrich Puchta

Puchta merupakan murid dari Von Savigny yang melanjutkan pengembangan mazhab sejarah. Ia menekankan bahwa hukum suatu bangsa terkait erat dengan organisasi negara dan harus diresmikan melalui mekanisme negara.

Puchta membedakan antara bangsa alam, yang mewakili kelompok etnis dengan keyakinan hukum sendiri, dan bangsa nasionalis, yang mewakili kesatuan negara dengan hukum yang sah. Hukum hanya dianggap berlaku secara formal jika disahkan oleh negara, meskipun adat istiadat tetap menjadi sumber inspirasi.

Dalam pandangannya, Puchta menekankan perlunya kodifikasi hukum dan pengesahan undang-undang sebagai sarana mengatur masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa negara memiliki peran dominan dalam pembentukan hukum, bahkan lebih tinggi daripada peran praktik sosial atau adat.

Halaman Selanjutnya
img_title