Gejala Tantrum pada Perempuan dan Cara Mengatasinya
- freepik.com
Banyak perempuan merasa harus jadi "superwoman" yang bisa segalanya: karier oke, rumah tangga rapi, penampilan tetap on point. Tekanan ini bisa menumpuk dan akhirnya meledak.
Faktor Hormon
Perubahan hormonal, seperti saat PMS, kehamilan, atau menopause, bisa memengaruhi kestabilan emosi dan meningkatkan risiko tantrum.
Kurangnya Komunikasi Emosional Sehat
Terlalu sering memendam perasaan karena takut dianggap “terlalu sensitif” atau “baper” bisa menyebabkan emosi menumpuk dan sulit dikendalikan.
Trauma atau Luka Emosional
Pengalaman masa lalu yang belum sembuh, seperti pengkhianatan, kekerasan, atau kehilangan, bisa muncul dalam bentuk reaksi emosional ekstrem.
Cara Mengatasi Tantrum dengan Bijak
1. Kenali dan Terima Emosi
Langkah pertama adalah menyadari bahwa kamu sedang marah, sedih, atau kecewa dan itu valid. Jangan buru-buru menyalahkan diri sendiri karena merasa "berlebihan". Emosi adalah sinyal, bukan musuh.
2. Jangan Dipendam, Tapi Jangan Juga Meledak
Cari cara aman buat mengekspresikan emosi. Menulis jurnal, curhat ke orang terpercaya, atau sekadar berjalan kaki sambil menyendiri bisa membantu proses ini.
3. Latihan Pernapasan atau Mindfulness
Saat emosi mulai memuncak, ambil waktu untuk tarik napas dalam-dalam, fokuskan pikiran, dan tenangkan tubuh. Teknik pernapasan 4-7-8 (tarik napas 4 detik, tahan 7 detik, hembuskan 8 detik) bisa bantu menurunkan tensi emosimu.
4. Berani Minta Waktu dan Ruang
Kalau kamu merasa sedang di ambang ledakan, nggak ada salahnya bilang, “Aku butuh waktu dulu buat tenang.” Lebih baik ambil jeda daripada meluapkan emosi yang bisa bikin kamu menyesal.
5. Temui Profesional Jika Perlu
Kalau tantrum sudah mengganggu keseharian atau hubungan dengan orang lain, jangan ragu konsultasi dengan psikolog. Bukan karena kamu “lemah”, tapi karena kamu peduli pada kesehatan emosimu.
Tantrum pada perempuan dewasa bukan hal memalukan itu sinyal bahwa ada kebutuhan emosional yang butuh diperhatikan. Alih-alih mengabaikan atau menyalahkan diri sendiri, lebih baik kenali, pahami, dan kelola dengan cara yang sehat. Karena jadi kuat bukan berarti nggak pernah emosi, tapi tahu cara mengelola emosi dengan bijak.