Mengapa Ultra-Processed Food Mudah Bikin Ketagihan? Ini Penyebabnya

Omelet Fluffy + Sosis, Resep Bekal Sekola Simpel.
Sumber :
  • Ist

Olret – Makan chiki bisa jadi ketagihan walaupun awalannya “cuma mau makan satu keripik aja,” tapi tahu-tahu sebungkus habis? Atau niatnya cuma minum sedikit soda, eh ujung-ujungnya nambah gelas kedua? Fenomena ini bukan sekadar kurangnya kontrol diri, melainkan ada penjelasan ilmiah di baliknya. Makanan seperti keripik, fast food, minuman bersoda, biskuit kemasan, hingga sosis instan masuk kategori ultra-processed food (UPF), alias makanan olahan dengan proses industri yang sangat panjang.

5 Superfoods yang Melindungi Ginjal Agar Tetap Sehat, Salmon Hingga Blueberry

Menurut jurnal Public Health Nutrition (2022), ultra-processed food kini menyumbang lebih dari 50% asupan kalori harian masyarakat di banyak negara. Masalahnya, makanan ini sering bikin kita ketagihan, seakan sulit berhenti setelah satu gigitan. Tapi, kenapa bisa begitu?

1. Kombinasi Gula, Garam, dan Lemak

7 Rahasia Umur Panjang dari Orang-Orang di Kawasan Blue Zone

Ultra-processed food biasanya kaya akan gula tambahan, garam, dan lemak jenuh. Perpaduan tiga bahan ini bukan hanya membuat rasa makanan jadi “nagih”, tapi juga merangsang otak melepaskan dopamin, hormon yang memberi rasa senang. Inilah alasan kenapa burger, pizza, atau es krim terasa begitu memuaskan. Tubuh kita seperti mendapat hadiah setiap kali menyantapnya.

2. Tekstur dan Sensasi yang Dirancang Khusus

7 Makanan yang Bisa Mengganggu Penyerapan Yodium di Tubuh

Produsen UPF sengaja merancang tekstur dan sensasi makanan agar memberikan “crunch” yang bikin puas, seperti keripik atau biskuit. Ada juga yang dibuat lembut dan creamy, seperti permen cokelat atau es krim. Menurut penelitian di Appetite Journal (2021), tekstur makanan memengaruhi kepuasan makan. Semakin enak sensasinya di mulut, semakin besar kemungkinan orang ingin memakannya lagi.

3. Cepat Diserap Tubuh

Ultra-processed food biasanya rendah serat dan tinggi gula sederhana. Akibatnya, tubuh cepat menyerap gula ini sehingga kadar gula darah naik drastis. Peningkatan cepat ini memberi energi instan yang menyenangkan, tapi juga cepat turun. Hasilnya? Kita jadi ingin makan lagi untuk mengembalikan “energi instan” itu.

4. Strategi Pemasaran yang Menggoda

Selain faktor rasa, industri makanan juga pintar memanfaatkan iklan, kemasan menarik, dan slogan yang mudah diingat. Pesan-pesan ini menempel di pikiran dan menciptakan asosiasi emosional: makan makanan tertentu = bahagia. Akhirnya, otak semakin sulit menolak keinginan untuk “repeat order”.

Efek Seperti “Kecanduan”

Beberapa ilmuwan bahkan menyebut ultra-processed food bisa menimbulkan efek mirip kecanduan. Studi dari Yale Food Addiction Scale menemukan bahwa banyak orang menunjukkan gejala mirip dengan kecanduan obat, seperti keinginan kuat, sulit berhenti meski tahu risikonya, dan merasa tidak puas kalau tidak mengonsumsinya.

Ketagihan UPF juga bisa memicu makan berlebihan (overeating), obesitas, hingga penyakit metabolik seperti diabetes dan hipertensi. Jadi, bukan cuma soal “lapar mata”, tapi memang ada mekanisme otak yang membuatnya terasa sulit dihentikan.

Lalu, Apa yang Bisa Kita Lakukan?

Kenali Polanya

Sadari bahwa rasa “nagih” bukan kelemahan pribadi, tapi memang bagian dari desain makanan tersebut. Kesadaran ini bisa jadi langkah awal untuk lebih bijak memilih makanan.

Batasi, Bukan Hilangkan

Menghindari UPF sepenuhnya kadang sulit, apalagi di era serba instan. Tapi kita bisa membatasi porsinya. Misalnya, beli kemasan kecil atau tuang secukupnya di wadah, jangan langsung dari bungkus besar.

Perbanyak Makanan Utuh (Whole Food)

Coba seimbangkan dengan makanan alami seperti buah, sayur, biji-bijian, dan protein segar. Serat dalam makanan ini membantu membuat kenyang lebih lama dan mencegah “lapar palsu”.

Hati-hati dengan Trigger

Kalau kamu tahu keripik adalah kelemahanmu, jangan terlalu sering menyetok di rumah. Triknya, buat akses ke makanan nagih jadi lebih sulit, sementara makanan sehat lebih mudah dijangkau.

Ultra-processed food memang dirancang agar terasa lezat, praktis, dan bikin nagih. Kombinasi rasa, tekstur, kandungan gula-lemak-garam, serta strategi pemasaran membuat otak kita terjebak dalam lingkaran kepuasan sementara. Wajar kalau banyak orang kesulitan menolak godaannya.

Bukan berarti kamu harus anti total terhadap UPF, tapi penting untuk bijak mengaturnya. Sesekali boleh menikmati, tapi jangan sampai jadi kebiasaan sehari-hari. Ingat, tubuh kita akan lebih bahagia dan sehat jika diberi “bahan bakar” alami yang lebih seimbang.