Skandal Tumbler Hilang Milik Anita Dewi di KRL: Dari Kelalaian Kecil, Menuju Pemecatan Instan?
- youtube
Sang Petugas Membela Diri: "Demi Allah, Bukan Saya yang Ambil!"
Di balik keputusan PHK yang mencuat, terdapat narasi pilu dari Argi. Ia berusaha memberikan klarifikasi, menjelaskan bahwa ia menerima tas tersebut dari petugas lain saat suasana stasiun sedang padat dan tanpa sempat mengecek isinya secara detail.
“Demi Allah, bukan saya yang ambil! Saya terima tas itu pas lagi ramai, dan memang sudah terasa ringan,” tegas Argi, sebuah kutipan yang kini menjadi meme pahit tentang pertarungan antara sumpah seorang pegawai dan tuntutan pelayanan prima.
Argi bahkan menunjukkan itikad baik dengan menawarkan penggantian tumbler tersebut. Namun, tawaran itu ditolak oleh Anita dan suaminya, yang lebih memilih memperkarakan kronologi dan tanggung jawab resmi perusahaan.
Hujatan Netizen: Harga Sebuah Pekerjaan
Alih-alih mendapatkan dukungan, Anita Dewi justru menjadi sasaran utama kemarahan publik. Netizen menilai bahwa tuntutan yang ia ajukan, yang berujung pada dipecatnya seorang petugas, tidak proporsional.
“Jelas-jelas sudah ditawari ganti rugi, tapi malah menolak. Apakah harga sebuah tumbler sebanding dengan hilangnya mata pencaharian seseorang? Ini berlebihan!” tulis salah satu komentar warganet yang paling direspon, menggambarkan sentimen publik yang melihat kasus ini sebagai ketidakadilan sosial.
Kini, Anita Dewi terperangkap dalam dilema. Kasusnya menjadi studi kasus sempurna tentang bagaimana akuntabilitas perusahaan dapat berbenturan dengan nilai kemanusiaan, di mana barang yang hilang hanyalah pemantik bagi api kemarahan massa yang lebih besar terhadap hierarki dan kekuasaan.
Pertanyaannya, siapa yang benar-benar menjadi korban dalam drama KRL ini?