Part 2 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatra Selatan

Pendakian Gunung Merbabu
Sumber :
  • www.ngayap.com

Lalu kurasakan bulu kudukku meremang. Dari sudut mata seringkali terlihat melintas sesuatu, tapi ku paksa pandanganku terus fokus kedepan.

Malam yang Sunyi, Teror yang Menghantui: Kisah Operator Ekskavator di Jalur Tengkorak Pantura

Hingga tiba-tiba diluar keinginanku sendiri wajahku pelan-pelan menoleh ke samping kanan. Mataku langsung menatap dua buah kunang-kunang yang terbang kira-kita satu meter dariku. Pandanganku bagai terpaku ke arah dua cahaya kecil itu. Semakin lama kutatap, cahaya kecil itu pelan-pelan semakin membesar. Tubuhku langsung kaku ketika menyadari itu bukanlah kunang-kunang, melainkan sepasang mata berwarna merah menyala.

Mata itu menatap lekat padaku tanpa berkedip. Sorot matanya terlihat sadis dan menampakkan ketidak-sukaan. Pelan-pelan wajahnya terlihat, lalu rambutnya, hingga akhirnya terlihat seluruh tubuhnya. Laki-laki itu memakai pakaian serba hitam. Rambutnya panjang dan berantakan.

Kisah "Hutang Sahabat" : Hutang Berdarah dan Bayangan yang Menghantui

Aku masih belum mampu menggerakkan tubuhku. Leherku kaku. Bahkan untuk mengeluarkan suara pun aku tak bisa.

Tiba-tiba jantungku seakan lepas ketika wajah makhluk tadi dalam sekejap sudah berada sejengkal dari wajahku. Tapi wajah itu kini berubah menjadi busuk, dengan belatung-belatung yang menggeliat dan keluar masuk di mata, hidung dan kulit pipinya. Bau bangkai yang sangat busuk terhirup dan membuatku mual.

Santet Rawe: Kisah Nyata di Balik Teror Ilmu Hitam yang Mengguncang Sebuah Keluarga

Mataku membelalak ngeri dan reflek berteriak sekuat tenaga. Dan wajah busuk itu terus mendekat. Jeritanku makin menjadi ketika kulihat kulit dan daging yang busuk di pipinya berjatuhan ke tanah.

Sebuah tamparan keras menyadarkanku. Itu adalah Bang Idan yang tiba-tiba sudah ada didepanku. Ketika kesadaranku mulai pulih, aku mendapati diriku sedang duduk dengan posisi tangan menutupi wajahku. Teman-teman yang lain ada di sekelilingku.

Bibirku gemetar, begitu juga seluruh tubuhku. Mataku nanar mencari-cari keberadaan makhluk tadi. Lalu Bang Idan memegangi wajahku dengan dua tangannya dan memaksaku melihat lurus ke matanya.

"Dek, sadar dek.'' kudengar lembut suaranya.

Tapi aku masih saja menjerit ketakutan, hingga tamparan kedua mendarat di pipiku barulah aku sadar sepenuhnya.

Dengan bibir gemetar aku berusaha menjelaskan pada Bang Idan tentang penampakan tadi, tapi yang keluar dari bibirku hanya gumaman-gumaman yang tak jelas.

Halaman Selanjutnya
img_title