Part 2 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatra Selatan

Pendakian Gunung Merbabu
Sumber :
  • www.ngayap.com

OlretTeror gunung dempo part 1 kamu bisa baca di : Teror Gunung Dempo

Kisah Pedagang Ikan Cantik Cirebon: Uang Tak Pernah Habis, Nyawa Melayang Jadi Tumbal Tuyul Kelas Kakap

Kami melanjutkan melangkah turun dengan pelan dan beriringan. Aku terus menerus merasa was-was seakan ada banyak mata yang sedang mengawasi kami. Kadang aku tersentak kaget melihat cahaya senter yang disorot ke tanah dari belakangku, padahal hanya cahaya senter Bang Amran. Nafas-nafas kami terdengar berat.

Otot betis dan pahaku mulai terasa kaku. Tapi tiap kali ingin minta istirahat, gema cekikikan kembali terdengar dari dalam kegelapan hutan. Suara itu seakan menertawakan kami yang dicekam ketakutan. Dan Bang Idan juga terus menerus meminta kami lebih cepat.

Kuncian Maut di Puncak Gunung Jawa Barat: Kisah Pasangan Tewas "Gancet" Setelah Diganggu Makhluk Gaib

Aku mengerti kekhawatiran Bang Idan. Gunung Dempo ini bukan gunung sembarangan. Secara berkala di gunung ini terus menerus terjadi insiden yang serius. Orang hilang dan meninggal sudah umum terdengar. Ingatan akan hal ini yang membuatku terus memaksakan diri untuk berjalan walau sudah luar biasa letih.

Disini posisi jalan kami berubah. Bang Amran dan Bang Idan berganti posisi. Yuni dibelakang Bang Amran dan aku di tengah.

Kisah Nyata Paling Horor di Gunung Jawa Barat: Pasangan Tewas "Gancet", Diduga Hipotermia Ekstrem Berujung Maut!

Dari belakang kudengar suara Bang Idan mengingatkan untuk jalan dan jangan putus berdoa.

"Nes, doa menurut keyakinan kamu, Yuni juga." Suara Bang Idan mengingatkan Anes berdoa.

"Iya bang." Jawab Anes.

Aku lega karena kami sudah melewati hutan cantigi. Pohon-pohon cantigi dengan cabangnya yang kurus seperti jari-jari mayat membuatku tak nyaman. Kami mulai masuk hutan yang disepanjang jalur berisi pohon-pohon besar dan mulai rapat.

Dibelakang pohon-pohon itu kabut putih bergerak pelan. Bayangan samar pohon-pohon kurus dibalik kabut bagiku seakan hidup dan mengawasi langkah kami.

"Pin, fokus ke depan. Jangan tengok kiri kanan." Suara Bang Idan terdengar dari belakang.

"Iya bang." Aku menjawab.

Tanpa diminta sebenarnya aku pun mulai jengah dengan suasana sekitar. Kabut-kabut yang bergerak pelan diantara pohon dan rimbunan semak mengajakku berpikir yang aneh-aneh.

Lagi pula jalanan yang kian menurun curam menuntut perhatian lebih, apa lagi ditambah minim penerangan. Sering aku ragu untuk melangkah dan harus meminta di senter lebih dulu.

Halaman Selanjutnya
img_title