Part 2 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatra Selatan

Pendakian Gunung Merbabu
Sumber :
  • www.ngayap.com

"Istighfar dek." Ucap Bang Idan lagi.

Kisah Pedagang Ikan Cantik Cirebon: Uang Tak Pernah Habis, Nyawa Melayang Jadi Tumbal Tuyul Kelas Kakap

Aku menurut. Aku mulai beristighfar tanpa suara. Pelan-pelan aku kembali tenang. Nafasku tidak lagi berpacu. Disampingku, Bang Amran berjongkok sambil mengusap-usap punggungku untuk menenangkanku.

"Istirahat sebentar Dan, kasian adek-adek ini pasti lelah." Kudengar Bang Amran berbicara pada Bang Idan.

Kuncian Maut di Puncak Gunung Jawa Barat: Kisah Pasangan Tewas "Gancet" Setelah Diganggu Makhluk Gaib

Perutku yang masih mual karena mencium bau busuk tadi berkontraksi dan akhirnya aku muntah-muntah. Bang Amran mengurut-urut leher belakangku sambil aku terus muntah.

Melihat keadaanku dan mungkin juga keadaan teman-teman yang lain, akhirnya Bang Idan setuju kami istirahat sebentar. Lalu Bang Idan berbicara padaku.

Kisah Nyata Paling Horor di Gunung Jawa Barat: Pasangan Tewas "Gancet", Diduga Hipotermia Ekstrem Berujung Maut!

"Kan abang sudah bilang dek, jangan tengok-tengok, fokus saja ke depan." Katanya.

"Aku tidak noleh bang," Bela ku, "kepalaku muter sendiri."

Kulihat Bang Idan agak terkejut dengan jawabanku.

"Ya udah. Istighfar aja, nyebut dek." Kata Bang Idan lagi, "apa yang dilihat jangan diceritain ya dek."

Aku mengangguk mengerti. Karena selain Bang Idan dan Bang Amran, kulihat mimik ketakutan di wajah Yuni, Ale dan Anes.

Belum tuntas hilang rasa takutku, Bang Idan memberi aba-aba supaya kami mulai bergerak lagi. Aku yang masih lemas, dipapah oleh Ale dibantu Anes. Bang Idan kembali memposisikan diri di belakang.

"Ingat ya. Pandangan lurus aja kedepan. Kalo ada melihat sesuatu, diam aja. Jangan diceritain." Suara Bang Idan berbicara pada kami semua.

Belum sempat salah satu diantara kami menjawab, kulihat sesuatu terbang melintas di depan kami. Rasa penasaran rupanya lebih besar dari pada rasa takutku.

Sebuah sifat yang membuatku menyesal. Kulihat diatas kami, beberapa sosok Kuntilanak terbang dari pohon ke pohon. Kuntilanak itu menyeringai, suara tawanya saja sudah cukup untuk mendirikan bulu kudukku. Buru-buru ku paksa wajahku menatap tanah, berharap mereka tidak melihatku.

Lalu kurasakan tangan Ale yang sedang memapahku tersentak. Kuikuti pandangan mata Ale yang sedang melihat ke samping. Dibalik pepohonan kulihat sosok besar bermata merah. Seluruh badannya nampak dipenuhi bulu. Tapi Ale tetap diam tak bersuara, walau wajahnya pucat pasi dan keringat banjir di wajahnya.

Halaman Selanjutnya
img_title