Hukum Agraria dan Perkembangan Hukum Agraria di Indonesia

agraria
Sumber :
  • https://propertyklik.com/tips-properti/wp-content/uploads/2024/06/hukum-agraria-3.jpg

Olret – Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) lahir pada 24 September 1960 sebagai dasar hukum utama pengaturan agraria di Indonesia. Aturan ini menjadi hasil proses panjang sejak 1948 dan berfungsi sebagai lex generalis dalam pengelolaan bumi, air, ruang angkasa, serta kekayaan alam.

Filsafat sebagai Induk Ilmu: Makna, Cabang, dan Cara Berpikir Radikal

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa negara berwenang menguasai dan mengelola sumber daya alam untuk kemakmuran rakyat. Karena tanah merupakan kebutuhan semua orang dan memiliki nilai strategis, negara wajib memberikan perlindungan melalui kebijakan hukum agraria.

UUPA juga menegaskan prinsip-prinsip landreform, pemerataan pemilikan tanah, serta penghormatan terhadap hak ulayat masyarakat adat selama tidak bertentangan dengan prinsip negara kesatuan.

Tanah sebagai Fondasi Pembangunan: Fungsi, Pengelolaan, dan Kepastian Hukum

Pengertian hukum agraria adalah keseluruhan kaidah hukum yang mengatur hubungan manusia dengan bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam di dalamnya. Secara etimologis agraria berasal dari kata Yunani agros (tanah pertanian). Dalam Bahasa Latin, agger berarti tanah atau sebidang tanah.

Dalam Bahasa Belanda disebut Agrarisch Recht, yaitu hukum pertanahan yang berada dalam lingkungan administra pemerintahan. Agraria mencakup seluruh hal yang berkaitan dengan tanah baik yang berada di permukaan, di dalam bumi, maupun di atasnya. Termasuk di dalamnya pertanian, perkebunan, pemukiman, bahan tambang, air, bangunan, hingga infrastruktur.

Hak Ulayat dan Hukum Adat: Dinamika Pengakuan dalam Sistem Tanah Nasional

Ruang Lingkup Hukum Agraria Pasca-UUPA

Secara umum, pasca-berlakunya UUPA, Hukum Agraria dibagi menjadi dua pokok utama

1. Hukum Agraria Perdata 

Hukum ini mencakup keseluruhan peraturan hukum yang bersumber dari hak individu (perseorangan) dan badan hukum. Fungsinya adalah mengatur, mewajibkan, atau melarang tindakan hukum terkait dengan objek tanah.

Contoh situasinya termasuk transaksi jual beli, penggunaan tanah sebagai jaminan utang (hak tanggungan), dan pewarisan.

Catatan Penting: Terdapat perbedaan mendasar dalam konsep jual beli tanah antara Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan hukum tanah yang berlaku saat ini. Dalam KUH Perdata, hak belum otomatis berpindah saat transaksi, diperlukan tindakan penyerahan (levering).

Namun, dalam hukum tanah, hak atas tanah langsung beralih dari penjual kepada pembeli saat transaksi jual beli disepakati.

2. Hukum Agraria Administrasi

Hukumini mencakup seluruh peraturan hukum yang memberikan kewenangan kepada pejabat hukum negara untuk mengelola aspek-aspek hukum agraria yang muncul. Permasalahan yang diatur di dalamnya antara lain pendaftaran tanah, akuisisi tanah, dan pencabutan hak atas tanah.

Perangkat Hukum Agraria di Masa Hindia Belanda (Pra-UUPA)

Sebelum diberlakukannya UUPA, sistem hukum agraria yang berlaku di Hindia Belanda (Indonesia) terdiri dari 5 perangkat hukum yang terpisah dan seringkali kontradiktif

Hukum Agraria Adat

Seperangkat aturan agraria yang bersumber pada hukum adat dan berlaku untuk tanah yang diatur oleh hukum adat (sering disebut sebagai tanah adat atau tanah Indonesia). Hukum ini mengatur penguasaan besar tanah oleh negara, tanah hak ulayat atau tanah milik perseorangan/individu yang tunduk pada hukum adat.

Hukum Agraria Barat

Seperangkat aturan agraria yang berdasarkan pada hukum perdata Barat, khususnya Burgerlijk Wetboek (BW). Hukum ini mengatur penguasaan tanah dengan nilai tertinggi, seperti hak eigendom, hak opstal, hak erfpacht, dan hak Rechts van Gebruik. Pemberlakuan hukum ini didasarkan pada prinsip Konkordansi.

Hukum Agraria Administratif

Seperangkat peraturan dan keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai badan penguasa untuk menjalankan kebijakan politik agraria. Sumber utama hukum ini adalah Agrarische Wet Stb. 1870 No. 55 dan Agrarische Besluit Stb. 1870 No. 118.

Hukum Agraria Swapraja

Seperangkat aturan agraria yang berlaku untuk daerah-daerah swapraja tertentu, seperti Yogyakarta dan Aceh. Hukum ini mengatur tanah di wilayah-wilayah yang bersangkutan.

Hukum Agraria Antar Golongan

Hukum yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa agraria antara individu yang tunduk pada hukum adat dengan individu yang tunduk pada hukum Barat. Hukum ini berfungsi sebagai panduan untuk menyelesaikan konflik mengenai tanah antar golongan.

Setelah kemerdekaan Indonesia, kelima perangkat hukum agraria ini dinyatakan tetap berlaku selama belum ada peraturan baru, sebelum akhirnya digantikan oleh UUPA yang menyatukan dan menyederhanakan sistem hukum agraria nasional.