Stop Membandingkan Diri! 5 Kebiasaan Buruk Anak 20-an yang Menghambat Sukses
- Youtube
Olret – Usia 20-an sering disebut sebagai masa keemasan, penuh ambisi, dan energi tak terbatas. Namun, bagi sebagian besar Generasi Z, dekade ini justru dipenuhi kecemasan (anxiety) dan rasa tidak aman (insecure). Mengapa banyak anak muda merasa stagnan dan sulit berkembang?
Dalam episode perdana Podcast Suara Berkelas, Bilal Faranov dan Agus Leo mengupas tuntas enam jebakan mental dan kebiasaan buruk yang tanpa sadar menjerat kaum muda untuk terus berada di tempat.
1. Jebakan Perbandingan dan Validasi Eksternal
Validasi skill
- https://www.freepik.com/
Kebiasaan paling umum yang merusak mental anak 20-an adalah membanding-bandingkan diri dengan pencapaian orang lain di media sosial. Awalnya mungkin ini memicu ambisi, namun jika berlebihan, tujuannya bergeser. Anda tidak lagi berbuat untuk diri sendiri, melainkan mencari validasi dan membuat orang lain cemburu.
Solusinya, para host menyarankan untuk merenungkan filosofi Jepang, Obaitori. Konsep ini mengajarkan bahwa seperti pohon yang berbunga di musim yang berbeda-beda, setiap orang berkembang dengan waktu dan cara yang unik. Anda tidak tertinggal, Anda hanya memiliki waktu mekar yang berbeda.
2. Sifat Tidak Sabar yang Berujung Komplain
Kamu Tipikal Orang Yang Sabar
- Freepik.com
Rasa membandingkan diri akan memicu ketidaksabaran. Ketika hasil yang diidamkan tak kunjung tiba, energi Anda habis untuk mengeluh.
Padahal, perlu dipahami bahwa usaha dan hasil seringkali tidak berjalan linier. Hasil besar yang eksponensial biasanya datang setelah akumulasi usaha yang panjang.
Daripada terus mengeluh, lakukan audit diri: Apakah keluhan itu muncul karena Anda belum melakukan aksi nyata untuk berubah?.
3. Terjebak dalam Lingkaran Ekosistem Toksik
Persahabatan
"Jika Anda berteman dengan semua orang, Anda adalah musuh bagi diri sendiri." — Kutipan tajam ini merangkum bahaya dari mempertahankan pertemanan hanya karena "rasa enggak enakan".
Jika lingkungan terdekat Anda didominasi oleh orang-orang yang toksik, suka mengeluh, atau tidak mendukung pertumbuhan, maka Anda pasti akan menjadi rata-rata dari kebiasaan buruk tersebut. Audit ekosistem Anda dan beranilah membatasi diri dari orang-orang yang tidak membawa Anda untuk 'naik kelas'.
4. Information Junkie, Minim Eksekusi
Generasi muda saat ini kebanjiran informasi. Sayangnya, banyak yang terjebak dalam ilusi bahwa menerima pengetahuan sudah sama dengan menyelesaikan pekerjaan. Anda merasa paling pintar hanya karena tahu banyak teori, namun bingung saat harus mengeksekusi di dunia nyata.
Untuk mengatasi prokrastinasi, fokuslah pada Aksi. Mulailah dengan Tujuan besar Anda, buat To-Do List, dan kerjakan tugas yang paling mudah terlebih dahulu. Momentum kecil dari keberhasilan pertama (bahkan sesederhana merapikan tempat tidur) akan mendorong Anda untuk menyelesaikan tugas yang lebih besar.
5. Kecemasan Berlebihan (Overwried) terhadap Masa Depan
Latihan untuk Mengobati Kecemasan dan Depresi Secara Alami
- ENA
Terlalu khawatir tentang target finansial atau kesuksesan di usia muda dapat menjadi bumerang. Kecemasan berlebihan ini bisa mendorong seseorang melakukan hal-hal yang tidak etis atau bahkan ilegal demi mencapai tujuan cepat.
Para host menegaskan, usia 20-an adalah masa belajar yang paling berharga. Jangan paksakan kesuksesan instan yang hanya berumur pendek. Anda menginginkan kesuksesan yang berkelanjutan hingga usia 30-an, 40-an, dan seterusnya. Nikmati proses, dan belajarlah untuk "Be Present".
Bacaan Wajib & Mengatasi "Enggak Enakan"
Sebagai penutup, podcast ini juga memberikan dua tips praktis untuk menghadapi dunia dewasa:
Rekomendasi Bacaan
Jika Anda sudah membaca The Courage to Be Disliked (Berani Tidak Disukai), buku lanjutan yang direkomendasikan adalah The Courage to Be Happy.
Alternatif lain adalah The Subtle Art of Not Giving a F*ck dari Mark Manson, untuk melatih seni "bersikap bodo amat" pada hal yang tidak penting.
Melawan Rasa "Enggak Enakan"
Rasa tidak enak hati sering menjadi beban. Untuk mengatasinya, Anda harus berani mencari mediasi yang sehat dengan keluarga atau teman.
Jika Anda terus-menerus menyenangkan orang lain (karena enggak enakan), Anda akan menjadi musuh bagi diri sendiri. Pikirkan: Apakah "rasa enggak enakan" ini akan kembali menjadi beban di pundak Anda?