Ketika Guruku Menyuruhku Menggambar Karikatur Rasululloh SAW Yang Kucintai
- freepik
Olret – Saat aku menutup mata dan memikirkan betapa agungnya Engkau, Ya Rosululloh. Aku Melihat Engkau Datang, kepadaku, kepada kami dengan senyum yang sempurna dan wajah yang begitu teduh, juga indah.
Lalu, aku berpikir, “Bagaimana mungkin? Bagaimana caranya, aku bisa melukiskan senyum yang sempurna dengan wajah yang begitu teduh nan indah itu? Bagaimana, bagaimana caranya, aku menggambarkan suri tauladanMu yang begitu agung ke semua orang yang belum atau mungkin tidak mengenalMu, termasuk guruku?”
*
Pagi itu, saat kelas melukis belum di mulai. Aku meletakkan kepalaku di atas meja persegi empat yang cukup lebar. Menyandarkan sejenak kepalaku, karena cukup lelah setelah beberapa hari sulit di lingkungan tempat kami tinggal.
Para demonstran berhasil ditenangkan. Beberapa anak sepertiku sudah bisa keluar dan kembali belajar di sekolah. Namun, beberapa terror masih terasa setelah terjadi insiden yang cukup mengerikan dan menggemparkan tidak hanya di Negara tempat aku tinggal, tapi juga seluruh dunia.
Sejenak, aku menatap keluar kelas lewat sebuah jendela kecil di samping tempat dudukku.
Beberapa poster berisi ujaran kebencian, pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan berekspresi, bahkan kata umpatan dan terorisme, masih terpampang jelas di dinding-dinding bangunan, rute jalan dan kawasan yang cukup terkenal. Bahkan beberapa kalimat yang meminta pemerintah mengusir kami dari Negara ini, juga tak lepas dari pandangan.
Aku memegang dadaku, ada yang sakit, namun tak berdarah di sana. Saat orang orang itu, menyalahkan keyakinan kami, menganggap kami musuh dalam selimut, hingga selalu menatap kami dengan penuh rasa benci dan takut. Aku tidak membenci mereka, sungguh. Kata ibu dan ayahku, kebencian hanya akan membuat masalah semakin rumit.
Agama kami adalah agama yang mencintai dan membawa kedamaian, dan jika ada yang salah. Itu bukan karena agama, namun satu dua oknum yang belum benar benar memahami apa yang dianut dan diajarkan kepadanya dengan lebih bijak. Sedang, orang orang itu, mereka hanya belum mengenal atau terlalu takut untuk mengenal kami secara utuh. Sehingga lebih memilih menghindar dan diam.