Positivisme Hukum dalam Filsafat Hukum: Perkembangan Pemikiran dan Kontribusi Hans Kelsen, John Austin, dan H.L.A. Hart
- https://marinews.mahkamahagung.go.id/static/2025/07/08/ilustrasi-hukum-dan-keadilan-zjQwo.jpg
Kelsen juga memperkenalkan teori jenjang norma (Stufentheorie), di mana hukum dipandang sebagai sistem bertingkat: norma rendah memperoleh legitimasi dari norma yang lebih tinggi, hingga mencapai norma dasar (Grundnorm) sebagai sumber keabsahan seluruh sistem hukum. Dengan pendekatan ini, hukum menjadi sistem yang otonom dan rasional.
Di Indonesia, prinsip Kelsen terlihat dalam struktur perundang-undangan yang berbentuk hierarki: UUD 1945, undang-undang, peraturan pemerintah, hingga peraturan daerah. Konsep ini menegaskan bahwa setiap peraturan memiliki dasar legitimasi yang jelas, dan peraturan yang lebih rendah harus selaras dengan peraturan yang lebih tinggi, sehingga hukum tetap konsisten dan terstruktur secara sistematis.
Positivisme Hukum Menurut H.L.A. Hart
H.L.A. Hart menghadirkan positivisme hukum modern dengan kritik terhadap positivisme klasik. Hart menekankan bahwa hukum bukan hanya perintah penguasa, tetapi sistem aturan yang terdiri dari aturan primer dan sekunder. Aturan primer mengatur tingkah laku masyarakat secara langsung. Aturan sekunder mengatur prosedur pembentukan, perubahan, dan penegakan aturan primer.
Hart juga mengenalkan rule of recognition, yaitu kriteria yang menentukan validitas hukum. Meskipun membedakan hukum dan moral, Hart mengakui bahwa moral memiliki peran minimum untuk memastikan aturan diterima dan ditaati masyarakat.
Dalam konteks Indonesia, teori Hart dapat diterapkan untuk memperkuat sistem hukum modern yang responsif terhadap dinamika sosial. Misalnya, aturan pidana yang sah secara formal (positif) harus dipahami dan diterima oleh masyarakat agar efektif. Pendekatan Hart juga mendukung reformasi hukum yang menekankan legalitas sekaligus relevansi sosial.
Positivisme Hukum dalam Konteks Negara Hukum Indonesia
Positivisme hukum memiliki pengaruh signifikan dalam praktik hukum di Indonesia. Negara hukum menuntut kepastian, keteraturan, dan legitimasi formal dalam setiap peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan daerah menjadi sumber hukum utama yang mengikat masyarakat.
Namun, penerapan positivisme hukum harus diseimbangkan dengan nilai keadilan, moral, dan kemanusiaan, sebagaimana tercermin dalam Pancasila. Dengan pendekatan modern, seperti yang dikembangkan Hart, hukum tidak hanya dipahami sebagai perintah formal, tetapi juga harus mempertimbangkan penerimaan masyarakat, kepatuhan sosial, dan fungsi regulatif hukum dalam masyarakat.