Kala Hatiku Terluka, Berharap Kamu Datang Mengobatinya Tapi Nyatanya Hanya Menambah Luka
- https://www.pexels.com/photo/woman-wearing-teal-dress-sitting-on-chair-talking-to-man-2422280/
Cukup beri betubi-tubi luka, dengan kesabaran sebagai topengnya. Lalu dialog meyakinkan dan senyum selebar-lebarnya. Bukan bermaksud menjadi yang palsu dihadapanmu.
Hanya saja, aku terlalu takut menemui kenyataan yang tak sesuai inginku. Sebab bukan tak mungkin ketika nanti kamu tahu hatiku luka dan aku berharap kamu datang mengobati, nyatanya kamu hanya menertawai.
Entah sudah seberapa berat beban yang harus kupikul, namun dalam membungkusnya dengan topeng bahagia aku tampak paling unggul. Entah sudah berapa tetes air mata yang seharusnya kutahan, namun aku paling piawai dalam mengekspresikannya dengan senyuman.
Tidak semuanya tahu bahwa ada isak yang kuendap dalam diam. Karena ketika mereka tahu pun, belum tentu mereka peduli. Hanya kepada Sang Maha, tangisku tercurah tanpa sandiwara. Dan hanya kepada-Nya, aku tahu bahwa pura-puraku hanyalah sia-sia.
Meski Aku Lah Yang Terluka, Tapi Aku Selalu Yakin Bahwa Tuhan Selalu Memberikan Yang Terbaik.
Meski hari-hari terasa tersiksa dengan cinta yang seakan kujaga dengan terpaksa, tapi hanya kamu orang yang mampu membuatku berikan segalanya. Aku terluka, tapi Tuhan tak buta. Dia melihat apa yang tersembunyi di balik hati. Tak ada yang bisa membohongi, meski kubilang tak apa ratusan kali.
Berserah kepada-Nya, biarlah Dia yang mengambil alih posisi nahkoda dalam setiap cerita. Bahagia pasti punya jalurnya, akupun ada di dalam alurnya. Ya, aku percaya.
Ironisnya, terlalu mudah untuk berkata ‘ya’ ternyata bisa berujung tidak bahagia. Aku tahu, percuma memendam jika dalam hati tak bisa beri maaf dan terus mendendam. Maka semoga Tuhan memberi porsi kesabaran yang berlebih, agar setiap perilakumu yang menggores hati, mampu dengan mudah kurawat perihnya sendiri. Dan semoga Tuhan memberimu cinta yang berlebih, agar tak perlu kamu merasa sepertiku untuk bisa menjadi yang lebih baik dariku.
Semoga kelak sifat burukmu lupa caranya memunculkan diri, sehingga akupun lupa bagaimana rasanya disakiti. Pada akhirnya, kuharap selalu lahir toleransi untuk setiap sakit hati yang entah kapan akan berhenti.