Seumur Hidup Itu Terlalu Lama, Jika Kamu Habiskan Bersama Orang Yang Salah

Pertanyaan untuk Ditanyakan Saat Kehidupan Seks Kamu Menderita
Sumber :
  • freepik.com

Saat Si Istri sakit. Papa tiri pula yang sigap menunggu dan merawatnya sebaik mungkin. Membawakan satu buket bunga lily dan memotongkan buah. Dia jarang sekali terlihat beranjak dari tempat duduknya di samping Sang Istri, kecuali untuk hal-hal urgent semata. Sampai, hal itu sering membuat tatapan iri dari pasien lainnya pada Sang Istri yang ditunggui.

Menguak Rahasia Gizi Ideal: Lupakan 4 Sehat 5 Sempurna, Kenali Pola Makan yang Benar!

Saat itu, anak mereka baru sadar akan ucapan Mamanya saat kekeh berpisah dengan Papa atau suami pertamanya dulu. Yaitu seumur hidup terlalu lama jika dihabiskan dengan seseorang yang tidak bisa membuat kita nyaman dan menjadi diri sendiri.

Pernikahan bukan cuma perlu dua orang yang baik, tapi perlu dua orang yang bisa merasa nyaman satu sama lain. Pernikahan itu saling melengkapi, bukan hanya saling menuntut, sehingga salah satu pasangan merasa bahwa dia seperti kehilangan jati dirinya dan potensinya.

Berhenti Jadi People Pleaser! Ini 3 Kunci "Egois yang Benar" untuk Hidup Lebih Tenang

Papa pertama memang lelaki yang baik, namun Papa tiri bukan hanya sekedar baik, dia juga mampu membuat istrinya nyaman bersamanya. Papa pertama mungkin lelaki yang bertanggung jawab dalam keluarga, namun istrinya juga butuh suami yang peduli dan mengerti dirinya, juga hal-hal yang tak disukainya.

Sehingga si anak memberikan cuitan terakhir, “Memang bercerai bukanlah menjadi tujuan. Namun, kalau bisa menikah dengan orang yang tepat, kenapa harus bertahan pada seseorang yang tidak tepat, kemudian bercerai? Dan ternyata cinta saja tidak cukup dalam hubungan, rasa nyamanlah yang diinginkan semua orang.”

Resep Ajaib Otak Sehat: Dokter Saraf Ungkap Kekuatan Al-Quran dan Kunci Hidup Awet Muda

*

Sebagai pembaca, mungkin ada dari kita yang tetap menyalahkan Si Istri, karena sikapnya, yang seakan tidak bisa menerima kekurangan suaminya. Atau merasa bahwa si istri adalah wanita yang tidak pandai bersyukur.

Namun, problem rumah tangga itu berbeda-beda, dan kita tidak punya hak atas pilihan orang lain. Mungkin, awalnya si istri sudah berusaha menerima dan memaklumi kekurangan suaminya, namun dia gagal. Justru, terus memendam perasaan kesal itu, akan berakibat depresi dan stress yang lebih fatal kedepannya.

Saat memilih berpisah pun, setiap orang, termasuk si istri pasti sudah mengerti akan konsekuensi yang harus ditanggungnya. Asal tidak sampai mengorbankan dan melalaikan kewajibannya pada anak-anak dan tidak egois sendiri. Demi kewarasan dan merasa hubungan memang tidak bisa dipertahankan. Maka perpisahan tetap bisa menjadi jalan terbaik.

Halaman Selanjutnya
img_title