Hujan di Kota Tua Jakarta, Saksi Bisu Perjalanan Cinta Kita

Lagu K-Pop yang Cocok Kamu Dengan Saat Hujan
Sumber :
  • google image

Gadis yang kamu cintai setinggi langit sedalam lautan, memutuskanmu di tengah makan malam. Begitu tiba-tiba. Kamu nyaris tersedak. Hari itu jam pasirmu berhenti. Sulit untuk bahagia lagi.

VIRAL! Dramatisasi Dosen UIN Malang Vs Tetangga: Berawal dari Parkir, Berujung Pengusiran, dan Aksi "Guling-Guling"
Sistem Operasi iPhone 17 Serta Kamera yang Memukau dan Baterai Tahan Banting

Lantas aku hadir. Baru sebentar. Tidak selama gadismu. Dengan jarak umur yang tidak satu dua tahun. Delapan. Belum lagi jurang yang bernama perbedaan agama. Terlepas, katamu, semua itu fleksibel. Soal agama bisa dibicarakan. Kamu tidak kaku.

Cara Mencegah Bau Tidak Sedap di Dalam Mobil

Jalanlah kita. Menyusuri Jakarta, Bandung, dan mampir ke Bogor. Kita menghabiskan waktu disela senggangmu. Tidak banyak. Hari tertentu saja. Gadis yang tak mengenal cinta sebelum ini, bertekad akan menikmati saja alurnya. Semua pengalaman itu. Tidak berharap banyak mengenai akhir yang manis. Gadis itu tahu faktanya: orang tuanya tidak akan setuju. Pun, kamu belum tentu ada perasaan.

Benar saja. Suatu malam di kota tua, hujan turun deras. Bukan dari langit Jakarta seperti sekarang, melainkan dari kedua kelopak mataku yang tak mau berhenti. Kamu baru saja pulang naik mobil.

Aku melepasmu dari depan penginapan. Jelas kata-kata beberapa menit lalu, “Semakin kamu menyayangi seseorang, semakin kuat kamu tidak ingin melepas. Aku nggak bisa. Kamu tahu ini, kan? Bukankah sejak awal aku sudah memperingatkan untuk tidak jauh cinta padaku?”

Kamu menolakku. Telak. Aku tahu hari ini akan datang. Aku paham kemungkinan bersama tak mungkin ada. Jam pasirmu yang berhenti total, kukira sedikit berjalan setiap kali kita menghabiskan waktu bersama.

Namun, ternyata itu cuma fantasiku saja. Asumsi yang kubesar-besarkan sendiri. Kusirami dia dengan harapan bahwa suatu hari kamu akan membuka hati. Ternyata apa? Kamu malah pergi mengabaikanku tanpa mengatakan apa-apa.

Aku tidak bisa melupakanmu, atau mungkin belum. Mengabaikan perasaan kukira pilihan terbaik, terlepas setiap kali turun hujan, seperti ini, ingatanku akan berhamburan. Melesat memutar kasetnya masing-masing. Berebut menarik air mataku untuk tumpah. Lagi dan lagi.

Sudah setengah tahun kita tidak bertemu. Jakarta tidaklah sempit untuk sebuah takdir. Akankah aku memiliki kesempatan untuk melihatmu sekali lagi? Ataukah aku cukup menitipkan pada hujan Jakarta? Berbisik pada rintik yang jatuh dari langit yang sama; aku rindu kamu, bisakah kita menjalin pertemanan sekali lagi?

Halaman Selanjutnya
img_title