Part 4 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan

alasan mendaki gunung merbabu
Sumber :
  • https://ngayap.com/

"Semua doa," Perintah Bang Idan, "Nes, Yun, kamu juga berdoa menurut caramu."

Kisah Gaib dan Tragedi Nyata di Balik Runtuhnya Gunung Kuda

Tidak ada satu pun dari kami yang mengerti cara menghadapi orang kesurupan. Yang bisa kulakukan hanya istighfar tanpa henti. Kudengar Anes dan Yuni juga mengulang-ulang doa yang sama, memohon pertolongan pada Tuhan Yesus.

Dan seperti sebelumnya, tiap kali ada kejadian, sekeliling kami riuh dengan berbagai suara dan tawa cekikikan seakan mengejek. Aku sempat melihat sekilas ke pohon besar di belakang kami, tapi aku langsung membuang muka. Disana berkumpul banyak Kuntilanak, pocong dan genderuwo.

Malam yang Sunyi, Teror yang Menghantui: Kisah Operator Ekskavator di Jalur Tengkorak Pantura

Sadar karena tak bisa berlama-lama ditempat seperti ini, Bang Idan memegangi Bang Amran dan mulai berjalan lagi. Senter diserahkan pada Anes yang terpaksa berjalan paling belakang.

Beberapa kali Bang Amran tersadar dan bertanya pada Bang Idan, "heh kenapa aku Das?"

Kisah Kelam Mas Riyan: Dari Perantau Terlunta Hingga Terjerumus Ilmu Parakang di Hutan Sulawesi

Tapi tak lama, dia mulai kesurupan lagi. Matanya kembali melotot dan marah-marah menebarkan ancaman, bahwa kami tak akan bisa selamat dari gunung ini. Sesekali dia juga berkata dengan marah.

"TINGGALKAN! TINGGALKAN!! KALIAN HARUS TINGGALKAN DISINI!! "

Tapi kami tak mengerti maksudnya, apa yang ditinggalkan? Atau siapa yang ditinggalkan? Bang Idan memberi kode agar kami mengabaikan saja ocehan Bang Amran. Ucapan itu dia ulang terus, tapi kami tak menghiraukannya. Tak lama berjalan, kami tiba di sebuah tempat yang lumayan datar di bawah sebuah pohon. Tempat datar itu kira-kira sekitar satu meter persegi. Disitu kami beristirahat lagi.

Sesungguhnya aku tak tega pada Bang Idan. Sambil terus menjaga kami dia juga dengan ketat memegangi Bang Amran yang selalu memberontak sambil marah-marah. Tapi keadaannya memang sungguh berbahaya, tidak perlu melompat ke jurang di sisi kiri, jatuh di turunan-turunan ekstrim ini pun akan fatal akibatnya.

Ditempat istirahat ini Bang Idan memejamkan matanya sambil tangannya terus merangkul Bang Amran. Aku mendekati Ale yang sejak tadi hanya diam dan mengajaknya ngobrol.

"Le, maksud Bang Amran apa ya teriak-teriak 'tinggalkan' itu?" Tanyaku pada Ale.

Halaman Selanjutnya
img_title