Part 4 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan
- https://ngayap.com/
Tapi Ale seakan tidak mendengar pertanyaanku. Matanya menatap kosong pada satu titik dibelakang pohon. Jari tangannya saling menggenggam dengan erat dan dililit menggunakan syal.
Aku mengulangi lagi pertanyaanku karena kupikir Ale tak mendengar, "Le, kamu tak dengar kah? Aku tadi tanya, Kira-kira apa maksud Bang Amran bilang 'tinggalkan tinggalkan' itu? "
Kali ini Ale menatap mataku. Wajahnya seputih mayat, bibirnya gemetar.
"Pin, aku takut sekali Pin." Suaranya terdengar bergetar saking takutnya.
"Ada apa, Le?" Tanyaku.
"Itu si Monyet besar itu dari tadi terus mengintai kita Pin."
"Monyet apa Le? Makhluk yang tadi cengkram kakiku?" Tanyaku sambil pandanganku menyapu hutan berkabut di sisi kananku, mencari keberadaan makhluk yang Ale maksud.
"Bukan, Pin. Beda. Dia udah ngikutin kita dari atas. Matanya merah menyala, badannya besar berbulu." Jawab Ale setengah berbisik, ''dia terus-terusan ngomong ke aku, Pin. Aku takut, Pin."
"Ngomong apa dia, Le?" Tanyaku penasaran.
Mata Ale terlihat semakin ketakutan, wajahnya kian pucat. "Dia bilang: cepat dorong temanmu itu. Cepat dorong temanmu itu." Jawab Ale, "begitu terus menerus, Pin. Aku takut dikuasainya dan kesurupan kayak Bang Amran, makanya ku ikat tanganku ini."
"Siapa yang didorong maksudnya, Le?" Tanyaku lugu.
"Kamu, Pin."
Sekarang aku yang ketakutan setengah mati.
"Yang benar, Le?" Tanyaku memastikan.
"Bener, Pin. Demi Allah demi Rasullulah! Aku benar-benar takut, Pin."
Tiba-tiba Bang Idan membuka matanya dan menghardik kami berdua. "Heh, ngomong apa kalian?!"
Lalu Ale menjelaskan yang sebelumnya sudah dia ceritakan padaku. Bang Idan mendengarkan dengan serius. Alis matanya bertaut, dia tampak kesal. Setengah berteriak dia bertanya ke Ale
"Mana makhluk itu?! Tunjuk, Le!!"
Dengan ketakutan Ale menunjuk sebuah titik dibelakang pohon besar. Bang Idan menyenteri tempat itu, tapi tidak ada yang terlihat.
"Bener omonganmu itu, Le?!" Tanya Bang Idan lagi.
Ale mengangguk pelan. Nafas Bang Idan naik turun. Nampaknya dia semakin muak dengan keadaan ini. Lalu dia meminta kami berdiri dan mulai bergerak lagi. Bang Idan mengambil tangan Bang Amran dan mulai memapahnya lagi. Bang Amran terus ngoceh sendiri dalam bahasa yang kami tak mengerti. Satu-satunya yang kumengerti adalah jika dia mulai mengulangi lagi kalimat: Tinggalkan. Tinggalkan saja dia disini.