Part 10 (End) : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan

Alasan mendaki gunung sumbing
Sumber :
  • U-Repot

Tidak ada pembicaraan apapun, mereka bergerak dengan sistematis seakan sudah terbiasa. Dengan cepat mereka membawa kami turun.

Adzan subuh berkumandang saat kami berhasil mencapai ladang penduduk. Kesadaranku timbul tenggelam. Diantara saat-saat sadarku, kulihat tanaman teh di mana-mana, lalu gelap lagi. Ingatanku berikutnya adalah jalanan beraspal. Tapi aku masih terlalu lemah, lalu gelap lagi. Ingatanku yang terakhir adalah kami tiba di sebuah rumah panggung, si pemilik rumah ditemani beberapa Jagawana menolong kami. Lalu gelap.

Hari sudah terang ketika aku membuka mata. Disebelahku berbaring teman-temanku. Selain Bang Idan, yang lain masih belum membuka matanya. Tatapan mata Bang Idan tampak kosong, kelelahan terpancar jelas dari wajahnya. Rasa hormat ku padanya tumbuh berlipat-lipat. Tanpanya, mustahil kami semua bisa lolos dengan selamat dari cengkeraman penghuni Gunung Dempo.

Perhatianku teralih ketika tuan rumah terdengar menyambut tamu yang baru datang. Dari sedikit yang kudengar, rupanya beberapa pendaki gunung. Aku menduga, rumah ini mungkin berfungsi sebagai basecamp bagi yang ingin mendaki Gunung Dempo.

Dari suara-suara yang kutangkap, sepertinya ada beberapa orang juga yang sedang berkumpul di ruang depan.

Bang Idan melihatku yang sudah bangun, dia tersenyum.

"Alhamdulillah ya, Dek. Kamu sudah selamat. Abang bener-bener lega," Katanya padaku, "abang ngga tau harus ngomong apa ke orang-tua kalian kalau terjadi apa-apa."

Aku memegang tangannya dan benar-benar berterima kasih. Dia lalu mengajakku cuci muka dan menemui orang-orang di ruang depan.

Orang-orang langsung berhenti ngobrol ketika kami muncul. Rupanya ada lebih banyak orang dari pada yang kukira. Ku lihat wajah-wajah tak asing yang tadi malam menolong kami. Mereka tersenyum lalu mengajakku dan Bang Idan untuk duduk. Selain mereka ada seorang Bapak setengah baya, mungkin bapak ini pemilik rumah. Wajahnya terlihat teduh dan bijaksana. Didekat pintu ada beberapa orang lagi dengan wajah dan pakaian yang lusuh seperti baru saja turun dari gunung. Beberapa carrier tersandar di dinding.

Aku dan Bang Idan dengan khidmat berterima kasih pada kakak-kakak mahasiswa itu. Kami juga menyalami mereka yang ada diruangan itu satu persatu. Lalu si Bapak pemilik rumah meminta kami duduk dan meminta kami menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tadi malam.