Bukan Lantai Dua, Tapi Lantai Empat : Pengakuan Ibunda Timothy Ungkap Kronologi Pilu dan Luruskan Isu Bully

Pengakuan Ibunda Timothy
Sumber :
  • Youtube

Olret – Kasus meninggalnya Timothy Anugerah Saputra, mahasiswa Sosiologi Universitas Udayana (Unud), Bali, masih menyedot perhatian publik.

Puncak Drama: Yai Mim Menutup Konflik dengan Seruan Damai, Istri Minta Stop Serang Keluarga

Setelah berbagai spekulasi dan isu beredar, ibunda almarhum, Tante Sheren, akhirnya angkat bicara dalam siniar (podcast) Denny Sumargo untuk meluruskan narasi yang berkembang, khususnya terkait isu gangguan mental dan perundungan

Dalam wawancara emosional tersebut, Tante Sheren mengungkap kronologi menyakitkan sejak ia pertama kali menerima kabar putranya, hingga menit-menit terakhir Timothy di IGD.

VIRAL! Dramatisasi Dosen UIN Malang Vs Tetangga: Berawal dari Parkir, Berujung Pengusiran, dan Aksi "Guling-Guling"

Ia juga membantah keras isu bahwa anaknya meninggal karena dibully saat kuliah, serta mengklarifikasi riwayat psikologis Timi sejak kecil.

"Lantai Empat, Mami": Kesaksian Langsung Sebelum Berpulang

3 Hal yang Dulunya Dianggap Memalukan, Kini Dianggap Normal

Tante Sheren tiba di IGD Sanglah setelah dihubungi dosen Timi. Ia mendapati putranya masih sadar dan sedang diobservasi intensif. Di tengah simpang siurnya informasi, ia memberanikan diri bertanya langsung kepada Timi.

"Waktu saya pertama kali datang dibilang Timi jatuh dari lantai dua. Terus saya dengar lagi ada yang bilang dari lantai tiga. Jadi saya tanya sama Timi: 'Timmy, ini ada yang bilang dari lantai dua, lantai tiga, Timmy jatuhnya dari mana?'" kenang Sheren.

Jawaban yang ia dapat mengejutkan. "Lantai empat, Mami," kata Timi saat itu. Sheren mengaku tidak memiliki kekuatan untuk menanyakan "kenapa" saat itu, hanya berbisik, "Timi pegang tangan Tuhan Yesus ya, Tuhan Yesus yang akan kuatin Timi."

Di momen terakhir, saat Timi sudah mulai kehilangan napas dan akan diintubasi, Tante Sheren merasakan sebuah ketenangan luar biasa.

"Saat itu saya rasakan ada sesuatu yang turun di saya... damai sejahtera yang sangat besar. Itu turun di saya saat itu juga. Saya tahu, oh ini Tuhan lebih sayang sama Timi," tuturnya dengan mata berkaca-kaca.

Bantah Isu Gangguan Mental dan Bullying Selama Kuliah

Salah satu narasi yang paling gencar adalah dugaan Timi memiliki riwayat penyakit mental yang berat sejak SMP. Tante Sheren menegaskan bahwa hal itu adalah kesalahpahaman konteks.

"Memang betul di rumah sakit saya sempat sampaikan riwayatnya Timmy... riwayat bahwa Timi pernah speech delay, kemudian kita bawakan ke psikolog. Itu dalam konteks untuk dokter tahu semuanya, bukan dalam konteks menyatakan bahwa ini anak emang punya masalah mental," jelasnya, merujuk pada kebutuhan informasi medis saat observasi.

Ia menjelaskan, Timi memang pernah dibawa ke psikolog sejak SD karena dinakali teman. Namun, melalui pendampingan holistik bersama sekolah dan psikolog, Timi belajar keras bagaimana merespon dan berinteraksi.

"Dia itu bertahun-tahun dia belajar bagaimana merespon terhadap bully, bagaimana seharusnya memberikan respon yang benar atas hal-hal yang terjadi di sekitarnya dia," kata Sheren.

Ia menambahkan, Timi justru sangat menikmati kuliah Sosiologi, tidak ada indikasi di-bully oleh teman sekelasnya, dan bahkan sering menjadi tempat temannya meminjam catatan.

Memberi "Wajib Lapor" Kepada Para Pelaku Chat

Terkait bocornya grup chat berisi olokan dari 11 terduga mahasiswa lain, Tante Sheren justru menunjukkan hati yang luar biasa besar. Ia telah bertemu dengan beberapa dari mereka dan berkeyakinan bahwa mereka tidak mengenal Timi.

"Mereka semua ini enggak tahu Timi. Ini adalah orang-orang bodoh sesaat yang mungkin mulutnya enggak dikontrol," tegasnya.

Alih-alih menuntut pembalasan, Tante Sheren memberikan mereka "hukuman" yang mendalam. Kepada salah satu mahasiswa yang ia temui, ia menyampaikan: "Kamu saya kenakan wajib lapor sama saya. Tante sudah enggak punya anak lagi, jadi kamu sekarang harus jadi anak Tante."

Tujuan utamanya adalah melihat komitmen mereka untuk menjadi orang yang lebih baik dan melanjutkan spirit Timi.

Sebuah Panggilan untuk Perubahan Bangsa

Tante Sheren mengakui bahwa ia telah mengikhlaskan kepergian putranya dan meminta kepada kampus agar fokus pada dua hal: memberikan kronologi privat dan melakukan proses review untuk perbaikan institusi. Ia berharap kasus Timi ini menjadi pelajaran, tidak hanya bagi Udayana, tetapi bagi seluruh institusi pendidikan.

"Saya ingin melihat bahwa kampus punya proses review... mungkin bisa lebih proaktif [lembaga konseling] sehingga tidak hanya bersifat reaktif," harapnya.

Tante Sheren menutup wawancara tersebut dengan pesan yang kuat: "Isunya mengenai bully itu ada di masyarakat kita... Ini momennya untuk kita sebagai bangsa Indonesia ingat, bahwa itu bukan hal yang normal, dan kita bisa memperbaiki diri sebagai bangsa."

Dengan pengakuan ini, Tante Sheren mengubah tragedi pribadi menjadi panggilan moral bagi bangsa, berharap kepergian Timi tidak sia-sia, tetapi menjadi pemicu terciptanya generasi yang lebih berempati dan saling mengasihi.