Kecelakaan 13 Tahun Silam: Aktris FTV Nadya dan Jeritan Hati Keluarga Korban yang Tak Terobati
- Youtube
Olret – Sebuah insiden yang terjadi lebih dari satu dekade lalu kembali menghangatkan media sosial, menyeret nama aktris FTV Nadya dalam pusaran tuduhan "tabrak lari" dan ketidakbertanggungjawaban.
Dalam sebuah sesi mediasi emosional di kanal YouTube Denny Sumargo, terungkap drama di balik kecelakaan yang menimpa Adnan, yang kini terbaring lemah dengan kondisi kesehatan yang kian memburuk.
Akar Masalah: Bukan Tabrak Lari, Tapi Tanggung Jawab yang Terhenti
Tuduhan "tabrak lari" menjadi narasi utama yang membuat kasus ini viral. Namun, fakta di lapangan menunjukkan hal sebaliknya.
Bibik korban, yang hadir dalam mediasi, membenarkan bahwa Nadya dan keluarga angkatnya berada di rumah sakit segera setelah kejadian dan langsung mengambil tanggung jawab.
Nadya, yang saat itu baru merintis karier dan berusia 18 tahun, membayar biaya rumah sakit harian Adnan yang kritis selama berminggu-minggu. Total bantuan finansial yang diberikan Nadya diperkirakan mencapai Rp175 hingga Rp180 juta.
Titik balik terjadi saat Nadya kehabisan dana. Setelah menjual aset keluarga (tanah warisan) untuk mengumpulkan Rp40 juta sebagai ganti rugi terakhir, kedua belah pihak sepakat damai dan menandatangani surat perdamaian di kantor polisi.
Nadya beranggapan tanggung jawabnya selesai setelah Adnan dikabarkan sudah bisa beraktivitas dan bekerja, meskipun dengan kondisi kesehatan yang rentan.
Derita 13 Tahun dan Panggilan Sang Adik
Setelah 13 tahun, keluarga Adnan kembali bersuara. Alasannya bukan lagi soal nominal uang, melainkan penderitaan yang tak kunjung usai. Adnan mengalami komplikasi parah: pendarahan di otak, meningitis, dan kini divonis kista otak.
Ia kini terbaring lumpuh, harus makan melalui selang, dan membutuhkan perawatan khusus, dengan biaya yang terus menguras finansial keluarga.
Adiknya, Hani, hadir sebagai juru bicara keluarga, menumpahkan segala kepedihan. Ia menceritakan bagaimana ia menjadi tulang punggung, sementara ibunya yang menderita stroke harus mengurus Adnan 24 jam sehari.
"Aku cuman meluapkan capek... Aku hanya hidup karena ada ibu yang memberi kekuatan untuk Hani. Capek, aduh. Tahu, selama ini Hani sendirian," ujar Hani, menangis sesenggukan.
Hani memviralkan kasus ini semata-mata karena Nadya sulit dihubungi setelah berulang kali di-DM, yang ia anggap sebagai bentuk pengabaian.
Klarifikasi Nadya: Kehancuran Finansial dan Pembunuhan Karakter
Nadya mengakui kesulitan komunikasi karena jarang membuka DM, tetapi menolak tuduhan menghilang atau tidak bertanggung jawab. Ia menjelaskan bahwa seluruh penghasilannya dari FTV habis untuk menanggung biaya Adnan di awal.
Ia pun merasa tertekan dan menjadi korban dari narasi liar yang beredar, termasuk tuduhan "anak jenderal" dan "tidak punya SIM," yang ia bantah keras. Dampak dari narasi viral tersebut menyebabkan ia menerima ancaman dan hujatan (sering disebut 'pembunuh') hingga mengganggu psikisnya.
Di sisi hukum, pengacara Adnan berpendapat surat perdamaian yang ditandatangani ayah korban cacat, karena Adnan (sebagai korban yang sudah cukup umur) tidak menandatanganinya saat kondisinya tidak sadar. Sementara pengacara Nadya meyakini perdamaian tersebut sah di mata hukum.
Titik Terakhir: Bukan Uang, Hanya Kehadiran
Meskipun pertikaian hukum dan finansial masih menggantung, mediasi tersebut menemukan titik terang di jalur kemanusiaan.
Ketika ditanya apa yang sebenarnya diinginkan, Hani hanya mengajukan satu permintaan sederhana: "Datang aja dulu ke rumah. Lihat kondisi Adnan sekarang."
Nadya, yang selama ini menahan diri untuk tidak muncul ke publik guna menghindari keributan, menyatakan kesediaannya untuk memenuhi permintaan tersebut. Kunjungan ini diharapkan menjadi awal rekonsiliasi dan bukti nyata empati Nadya, sekaligus meredakan kepedihan keluarga korban setelah 13 tahun berjuang sendirian.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa di balik penyelesaian hukum dan finansial, ada beban emosional dan kemanusiaan yang tak terbayar yang menuntut pengakuan dan kepedulian.