Jerat Majalah Mistis: Perjalanan Kelam Sopir ke Lembah Pesugihan

Jerat Majalah Mistis
Sumber :
  • Youtube Malam Mencekam

Olret – Di Tegal, di balik dinding rumah reyot yang nyaris rubuh, Kang Daud menyaksikan sebuah ilusi kekayaan yang paling menakutkan.

Teror Syahadat Setan di Rawa Seringgi: Kisah Tragis Pak Agun, Korban Pesugihan Siluman Babi

Malam itu, pemilik rumah—seorang bapak sederhana—membuka lemari kayu tua dengan kaca buram. Pemandangan di dalamnya bukanlah pakaian atau selimut lusuh. Melainkan tumpukan uang kertas lima puluh ribuan yang rapi, seolah baru saja dicetak, memantulkan cahaya redup.

“Ambil, Mas. Ini jatahmu. Sekali genggam,” ujar bapak itu pelan.

Rahasia Sunyi Orang Kaya: Kenapa Kedamaian Mereka Tak Pernah Dipamerkan

Kang Daud, yang hanya seorang sopir pengantar, tercekat. Uang itu nyata, menggoda, berada dalam jangkauan. Namun, batinnya berontak. Di sampingnya, sang bos menyikut-nyikut, mendesak agar ia menerima. “Saya tidak mau, Pak,” jawab Kang Daud tegas.

Adegan penolakan itu menjadi klimaks dari perjalanan panjangnya, sebuah perjalanan yang bermula dari benda paling sepele: sebuah majalah mistis.

Jerat Manis di Gelas Kopi: Mengapa Anak Muda Rentan Gagal Ginjal dan Diabetes?

Peta Menuju Harta Haram

Bagi sang bos, majalah tua itu bukanlah sekadar bacaan. Ia adalah peta harta karun yang kelam. Lembaran usang berisi kisah pesugihan di berbagai daerah—Gunung Kawi, Gunung Kemukus, Ponorogo, Malang, Temanggung—menjadi daftar tujuan yang harus didatangi.

Obsesi bosnya tak terbendung, dan Kang Daud, yang mulanya hanya terikat pertemanan, kini terperangkap sebagai sopir setia, mengantar dari satu lokasi ritual ke lokasi lain tanpa henti.

Salah satu persinggahan paling menghantui terjadi di Temanggung.

Di tengah malam buta, tepat pukul dua belas, di sebuah sumur tua, Kang Daud berdiri gemetar. Ia menyaksikan sang juru kunci membakar dupa dan memanggil sesuatu. Dari seberang bibir sumur, muncullah sesosok anak kecil laki-laki, menangis ketakutan.

Ayahnya, seorang pria yang ditemui Kang Daud dan putus asa oleh lilitan utang, melemparkan uang mahar ke arah bocah itu. Seketika, anak itu lenyap dalam kepulan asap, tak bersisa. Tubuh Kang Daud menggigil. Ia baru saja menyaksikan sebuah tumbal manusia, darah daging sendiri yang ditukar demi harta.

Sang bos pun mencoba ritualnya. Sosok perempuan—konon korban yang ingin ia tumbal—muncul. Namun, ritual itu gagal. Ketika mereka pulang, wanita yang hendak dikorbankan itu masih hidup dan segar bugar. Kegagalan ini membuat bos Kang Daud murka, menyalahkan juru kunci, pantangan, bahkan dirinya sendiri.

Namun, alih-alih berhenti, kegagalan itu hanya memperparah obsesinya.

“Kalau gagal di sini, kita ke tempat lain,” katanya. Majalah itu kembali dibuka, halaman demi halaman, seolah menjadi kitab kelam yang menuntun langkah.

Dosa di Kamar Kemukus

Tujuan selanjutnya: Gunung Kemukus.

Daerah ini terkenal dengan ritual pesugihan yang sangat berbeda. Kekayaan di Kemukus konon tidak ditukar dengan darah, melainkan dengan hubungan terlarang. Syaratnya adalah tujuh kali pertemuan di malam Jumat Kliwon dengan pasangan yang sama, di kamar-kamar sempit yang sudah disediakan.

Syarat ini terdengar "mudah" bagi sebagian orang yang terjerat, tetapi bagi bos Kang Daud yang sama sekali tidak menyukai perempuan, syarat itu adalah mimpi buruk. Wajahnya pucat pasi begitu mendengar penjelasan sang juru kunci. Tangannya bergetar.

“Cari tempat lain,” bisiknya, buru-buru menutup obrolan. Harta instan yang ia cari harus dibayar dengan pengorbanan yang bertentangan dengan dirinya.

Harga Sebuah Iman

Namun, pengalaman yang paling aneh dan membalikkan batin Kang Daud bukanlah di sumur Temanggung atau kamar-kamar Kemukus. Itu adalah di rumah reyot Tegal yang penuh uang gaib.

Uang itu nyata, bisa dipegang. Ia bisa mengubah hidup Kang Daud saat itu juga. Tapi, ia memilih menolak.

“Saya masih punya iman,” katanya kepada bosnya. Ia sadar, setiap lembar uang yang tampak menggiurkan itu dibayar mahal dengan tangisan bocah yang lenyap dalam asap, dengan nyawa manusia yang ditumbalkan. Uang itu terasa lebih menyeramkan daripada kemiskinan.

Bertahun-tahun setelah perjalanan kelam itu, Kang Daud telah meninggalkan dunia pesugihan. Ia beralih menjadi terapis kesehatan dan peruqyah, seolah berupaya menebus dosa masa lalunya.

Tapi, ingatan itu tak pernah hilang. Tentang sumur tua yang melahirkan tangisan bocah. Tentang kamar-kamar Kemukus yang dipenuhi dosa. Dan tentang lemari penuh uang yang terasa lebih mengancam daripada kemiskinan itu sendiri.

Setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang yang terus membuntuti.

Kisah nyata ini dapat ditonton versi lengkapnya di kanal Youtube Malam Mencekam.