Part 3 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan

Alasan mendaki gunung sindoro
Sumber :
  • www.ngayap.com

Bang Idan--lagi-lagi Bang Idan menjadi dewa penolongku--berlari dan langsung memeluk dan menenangkanku.

Malam yang Sunyi, Teror yang Menghantui: Kisah Operator Ekskavator di Jalur Tengkorak Pantura

"Tenang Dek, tenang. Istighfar." Katanya.

Tapi cengkraman di kakiku tetap tidak hilang, justru semakin kuat menekanku.

Kisah "Hutang Sahabat" : Hutang Berdarah dan Bayangan yang Menghantui

"Ada tangan Bang di kakiku. Kakiku dipegangnya Bang." Aku merintih sakit dan ketakutan.

Lalu Bang Idan dan dua teman lain berjongkok berusaha melepaskan kakiku. Aku hampir tak percaya apa yang kulihat, yang sedetik lalu adalah sepasang tangan hitam, sekarang ternyata akar pohon yang membelit kakiku.

Santet Rawe: Kisah Nyata di Balik Teror Ilmu Hitam yang Mengguncang Sebuah Keluarga

"Kek mana ceritanya kakimu bisa masuk akar begini.. " Kudengar Anes bertanya. Dia merasa heran karena kakiku terjepit dua akar yang saling mengait. Akhirnya setelah lama berusaha, tiga orang itu berhasil membebaskan kakiku dari akar hitam itu. Setelah kakiku bebas, suara tawa cekikikan menggema di mana-mana. Kami berpandangan, sorot-sorot mata panik jelas tergambar di mata kami.

Aku sangat berterima kasih pada teman-teman perjalananku. Jujur, aku takut mereka putus asa jika gagal melepaskan kakiku dari akar dan meninggalkanku sendiri. Kami saling menepuk bahu dan mengangguk, mencoba saling menguatkan tanpa kata-kata. Tapi belum jauh kami berjalan, tiba-tiba Yuni berteriak kencang menyuruh kami tiarap.

"Tiaraaaaaaappppp....!!!" Teriak Yuni histeris.

Kami serempak menjatuhkan diri ke tanah. Hembusan angin yang besar lewat diatas badan kami, tapi aku sama sekali tak melihat apapun.

"Aa... ada mahkluk hitam ttt.. ttadi.. " Yuni tergagap, tak lama dia mulai menangis.

"Udah Yun, diem dulu jangan cerita." Kata Bang Idan.

"Makhluk it... Itu.. Mengincar Bang Amran." Yuni seperti tak mendengar himbauan Bang Idan.

Bang Amran yang namanya disebut menelan ludah, wajahnya pucat pasi. "Kamu pikir begitu Yun?" Tanya Bang Amran.

"Iya bang," Jawab Yuni, lalu menambahkan, "makhluk itu sejak tadi mengikuti kita, matanya selalu menatap Bang Amran. Dia mengincar Bang Amran."

Kami semua menatap Bang Amran, lalu kemudian saling bertatapan satu sama lain. Raut-raut ketakutan tergambar jelas di wajah kami. Omongan Yuni barusan membuat jantungku semakin merasa diremas-remas. Penghuni Dempo bukan cuma berniat menganggu, tapi berniat mencelakakan kami.

Halaman Selanjutnya
img_title