Jangan Sampai "Bodoh Terus": Bedah Kritis dari Podcast SUARA BERKELAS

Jangan Sampai Bodoh Terus
Sumber :
  • Youtube

Nasihat "Sesat" yang Perlu Dipertanyakan

Neurosains, Hard Work, dan Makna Hidup: Pelajaran Berharga dari Agata Chelsea

Kesuksesan Karir

Photo :
  • freepik.com

Salah satu segmen paling menarik adalah pembongkaran dua nasihat yang dianggap salah kaprah:

Jurus Jitu Raditya Dika: Mengubah 'Mood' Jadi Cuan dan Kekuatan di Balik Karya Jelek

1. "Bertemanlah dengan Siapapun"

Exel menyarankan untuk berkenalan dengan siapa saja, tetapi memilih teman dengan bijak. Kualitas lingkaran pertemanan jauh lebih penting dari kuantitas. Jangan biarkan crap mentality dari pertemanan yang salah menyeret potensi Anda ke bawah.

Vino G. Bastian Membongkar Tiga Pilihan Hidup Usia 20-an yang Akan Menyelamatkan Anda di Usia 40-an

2. "Darah Lebih Kental dari Air" (Blood is thicker than water)

Nasihat yang sering dipakai untuk memaksakan kewajiban keluarga ini dibedah ulang. Exel mengingatkan bahwa ikatan sejati dibangun di atas kasih dan komitmen, bukan sekadar hubungan darah.

Terkadang, orang terdekat bisa menjadi musuh terbesar. Ia memberikan definisi baru tentang pengorbanan: Berjuang menjadi versi terbaik diri sendiri (membunuh karakter lama) adalah bentuk pengorbanan yang paling nyata bagi keluarga.

Solusi: Jadikan Kritis sebagai Disiplin

Lalu, bagaimana cara agar kita tidak termasuk golongan "bodoh terus" yang mudah termakan narasi?

Kunci utamanya adalah: Jadikan berpikir kritis sebagai disiplin, bukan karakter bawaan.

Tanyakan "Kenapa": Biasakan mempertanyakan segala hal yang masuk ke kepala Anda dengan kata "kenapa". Jangan telan informasi mentah-mentah.

Menulislah: Jika ingin literasi dan komunikasi yang jelas, mulailah menulis (jurnal). Menulis adalah paket lengkap yang memaksa Anda berpikir logis, menyusun ide, dan merevisi pemikiran, sehingga Anda lebih jelas saat berbicara.

Pada akhirnya, arus manipulasi dan false narrative di internet memang tidak bisa kita hindari. Yang bisa kita kendalikan hanyalah akal dan pikiran kita.

Dengan self-control yang tinggi, kita bisa memilih untuk menjadi aktif (mengambil hal baik dan memilah) daripada reaktif (menelan semua emosi) terhadap konten yang kita konsumsi.

Apakah Anda sudah siap untuk mulai "mikir" dan melepaskan diri dari ilusi yang memenjarakan Anda?

Tindakan selanjutnya apa yang paling ingin Anda dalami dari pembahasan podcast ini? Misalnya, strategi mencari value diri atau cara berkomunikasi yang sehat dengan orang tua?