Prof. Carina Joe : Dari "Mainan" DNA hingga Pahlawan Pandemi yang Dihadapkan pada Misi Mustahil
- Youtube suara berkelas
Olret – Siapa sangka, di balik penemuan salah satu vaksin COVID-19 yang paling vital di dunia, tersimpan kisah seorang ilmuwan Indonesia yang melihat pekerjaannya sebagai "mainan" dan harus menghadapi deadline yang 'mustahil'.
Prof. Dr. Carina Jo, anggota tim inti penemu vaksin Oxford AstraZeneca, membagikan perjalanan hidupnya—dari kecintaan masa kecil pada sains hingga tantangan burnout saat memimpin proyek yang menentukan nasib miliaran orang.
Game DNA yang Mengubah Dunia
Bagi Prof. Carina, sains bukanlah sekadar mata pelajaran, melainkan sebuah "permainan" atau game yang melibatkan kreativitas. Filosofi ini dimulai ketika ia memilih bidang Bioteknologi, terinspirasi dari rekayasa genetik ikan.
Dalam risetnya, Prof. Carina mengumpamakan DNA sebagai coding yang bisa diubah untuk menciptakan protein. Salah satu "mainan" awalnya adalah membuat "partikel mirip virus" (virus-like particle) — sebuah struktur protein yang menyerupai virus, namun bukan virus. Tujuannya: "mengelabui" sistem kekebalan tubuh untuk bersiap menghadapi serangan virus yang sesungguhnya.
3 Miliar Dosis: Misi Mustahil di Tengah Lockdown
Tantangan terberat Prof. Karina datang saat pandemi COVID-19. Dengan keahliannya mentranslasi produk dari skala lab ke skala komersial industri, ia didapuk memimpin proyek vaksin. Namun, ia harus berhadapan dengan target yang tidak masuk akal:
Bekerja Sendiri: Beliau harus bekerja 18 jam sehari, 7 hari seminggu tanpa cuti, memimpin proyek yang seharusnya dikerjakan oleh tim berisi 8-10 orang.
Skala Produksi Raksasa: Proyek ini harus ditingkatkan dari skala 50 liter ke 200 liter dalam waktu singkat, demi memenuhi pesanan global yang mencapai 3 miliar dosis (setengah populasi dunia telah mengantre dan membayar di muka).
Low Point dan Blackmail: Kelelahan fisik dan mental mencapai titik terendah. Saat ingin mengundurkan diri, atasannya menahannya dengan tiga argumen, yang paling kuat adalah: "Orang-orang meninggal di kanan dan kiri, dan kamu masih mau lari dari proyek ini?
Pelajaran yang ia petik dari fase impossible ini adalah: jangan pernah mengatakan "tidak bisa" di awal. Meskipun secara kalkulasi tidak masuk akal, ia menyarankan untuk "kerjakan dulu, nanti lihat hasilnya kemudian."
COVID Berintegrasi, Gaya Hidup Adalah Kunci Pertahanan
Prof. Carina menegaskan bahwa COVID-19 masih ada dan telah berintegrasi dengan masyarakat, bermutasi layaknya influenza. Perbedaannya, kini tingkat keparahannya lebih rendah karena sebagian besar populasi sudah memiliki kekebalan silang (cross-protection) akibat vaksinasi.
Untuk Gen Z dan masyarakat yang mudah sakit, beliau menyoroti tiga faktor gaya hidup yang melemahkan imun.
Kurangnya Gizi: Terlalu sering mengonsumsi makanan cepat saji (fast food).
Kurang Tidur: Kebiasaan begadang yang menurunkan sistem kekebalan tubuh.
Gula dan Nasi Putih: Konsumsi gula berlebih dan nasi putih (yang memiliki indeks glikemik tinggi) harus dikurangi, terutama bagi usia 30 tahun ke atas, untuk mencegah lonjakan insulin dan diabetes tipe 2.
Suplemen Peningkat Imunitas
Sebagai upaya pencegahan, ia menyarankan untuk menunjang pola hidup sehat dengan suplemen, salah satunya produk berbahan herbal yang mengandung Jahe Merah karena dianggap memiliki zat aktif yang lebih tinggi untuk meningkatkan kekebalan tubuh.
Tujuan Utama: Impact Bagi Indonesia
Mengapa seorang ilmuwan kelas dunia memilih kembali ke Indonesia? Prof. Karina menjelaskan bahwa ia mendasarkan pekerjaannya pada "dampak" (impact) yang bisa ia ciptakan.
"Saya memilih research sebagai impact... Saya mau memiliki impact di mana saya memilih pekerjaan based on impact... [Di Indonesia] saya mau mengusahakan supaya mereka bisa memiliki akses kesehatan yang tinggi."
Dengan kembali ke Tanah Air, Prof. Carina bertekad menggunakan ilmu dan pengalamannya untuk meningkatkan standar akses dan fasilitas kesehatan agar masyarakat Indonesia tidak lagi kesulitan mendapatkan pengobatan yang krusial