Ironi Yai Mim Dosen UIN Malang: Diusir Warga dari Rumah Sendiri, Konflik Parkir Berujung Laporan Polisi

Solusi Damai Dosen UIN Malang
Sumber :
  • Youtube

Olret –  Konflik berkepanjangan antara dr. Muhammad Imam Muslimin (Yai Mim), seorang dosen UIN Malang, dengan tetangganya telah mencapai titik dramatis.

Perselisihan bertetangga yang bermula dari hal sepele kini telah membuahkan surat pengusiran resmi dari warga setempat dan berujung pada saling lapor ke pihak kepolisian.

Yai mim dan istrinya, Rosida Vignesvari (Ines), mengungkapkan kepedihan mereka dalam wawancara di kanal YouTube Denny Sumargo, menyoroti runtuhnya kerukunan dan minimnya keadilan dalam penanganan konflik di lingkungan mereka.

Dari Cekcok Verbal Menjadi Vonis Sosial: Surat Pengusiran

 

Setelah serangkaian perselisihan terkait parkir, tanah, dan tuduhan pribadi, ketegangan di lingkungan perumahan Joyogrand memuncak.

Yaimim akhirnya menerima surat pengusiran yang ditandatangani oleh 25 warga, sebuah "vonis sosial" yang memaksa mereka angkat kaki dari rumah yang mereka tempati.

Lima Alasan Utama Pengusiran:

1. Pelanggaran Media Sosial: Dianggap menyebarkan kegiatan pribadi di media sosial dan grup WA RT.

2. Perilaku Tidak Pantas: Tuduhan minum minuman keras dan memperlihatkan aurat (terkait insiden saat mencuci baju).

3. Tuduhan Fitnah: Dianggap menyebarkan berita bohong atau fitnah kepada pengurus RT.

4. Menutup Akses Jalan: Tuduhan melakukan penutupan akses jalan.

5. Berseteru: Sering berseteru secara fisik dan verbal dengan tetangga pemilik usaha rental.

"Kami akhirnya pindah. Mau tidak mau, jika semua orang sepakat mengusir saya, ya saya harus pergi," ujar Yaimim dengan nada pasrah, kini memilih tinggal sementara di hotel sambil mengupayakan penjualan rumah.

 

Hilangnya Peran Penengah: Menyayangkan Tidak Adanya Tabayun

 

Hal yang paling disesalkan oleh Yaimim dan Ines adalah tidak adanya proses mediasi yang adil dari pengurus RT dan RW.

Mereka merasa keputusan pengusiran diambil sepihak, hanya berdasarkan keterangan tetangga mereka, Bu Sahara dan Pak Sofyan, tanpa memberi kesempatan klarifikasi.

"Kami sama sekali tidak pernah didudukkan bersama, tidak pernah mendapat teguran. Kami tidak diberi kesempatan untuk tabayun," tegas Rosida.

Kondisi ini membuat mereka merasa terisolasi dan menilai perangkat lingkungan gagal menjalankan fungsinya sebagai penengah yang adil, sehingga konflik berlarut-larut hingga ke ranah hukum.