Skandal Kuota Haji dan Sorotan Tajam Terhadap Kinerja KPK: Sebuah Analisis Mendalam dari Novel Baswedan

menunaikan ibadah haji
Sumber :
  • pinterest

Olret –  Sebuah kasus dugaan korupsi kuota haji yang menghebohkan dengan potensi kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun kini menjadi sorotan tajam publik.

Dalam sebuah diskusi mendalam di channel "NOVEL BASWEDAN OFFICIAL", mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan, bersama lawan bicaranya, membongkar dugaan permainan di balik penjualan visa haji gratis dan mengkritisi keras pendekatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganannya.

Video yang diunggah pada 18 September 2025 ini telah menarik perhatian luas dengan lebih dari 235 ribu penayangan, menandakan keprihatinan masyarakat terhadap integritas penyelenggaraan ibadah haji dan lembaga anti-korupsi.

Dugaan Korupsi Kuota Haji: Ketika Ibadah Ternoda

Inti dari permasalahan ini berpusat pada 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan oleh pemerintah Saudi. Seharusnya, kuota ini dialokasikan secara proporsional untuk jemaah haji reguler (92%) dan haji plus (8%).

Namun, seperti yang diungkap dalam diskusi, visa gratis ini diduga kuat diperjualbelikan, menimbulkan kerugian besar bagi negara dan menodai kesucian ibadah.

Novel Baswedan menyoroti bagaimana praktik ini menciptakan "fraud triangle" yang sempurna:

  • Pressure (Tekanan): Batas waktu pelunasan haji yang sangat singkat, hanya lima hari, diduga sengaja menciptakan tekanan bagi calon jemaah.

  • Opportunity (Kesempatan): Kuota tambahan yang tiba-tiba menjadi celah bagi oknum tak bertanggung jawab untuk menjual visa secara ilegal.

  • Rasionalisasi: Kemungkinan adanya pembenaran internal dari para pelaku untuk tindakan koruptif mereka.

Salah satu poin menarik adalah pernyataan Ustaz Khalid Basalamah yang mengembalikan sejumlah uang kepada penyidik KPK.

Dalam diskusi, Novel menjelaskan bahwa pengembalian uang dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi tidak serta-merta menghapus status pidana seseorang, namun dapat dilihat sebagai hal yang positif dan menjadi bagian dari upaya pemulihan aset negara.

Kritik Terhadap Kinerja dan SOP KPK: Ada Apa dengan Transparansi?

Namun, sorotan tajam juga diarahkan kepada KPK. Meskipun penyidikan telah berjalan lebih dari sebulan, lembaga anti-rasuah ini belum juga mengumumkan nama-nama tersangka.

Hal ini memicu kekhawatiran dan spekulasi di tengah masyarakat, terutama setelah adanya informasi tentang pencegahan ke luar negeri terhadap sejumlah pengusaha, mantan pejabat, hingga mantan menteri.

Novel Baswedan secara terang-terangan menyatakan ketidaksetujuannya dengan perubahan Standar Operasional Prosedur (SOP) KPK yang tidak lagi langsung menetapkan tersangka di awal penyidikan.

Menurutnya, hal ini bertentangan dengan Undang-Undang KPK yang mewajibkan adanya dua alat bukti permulaan yang cukup dan melekat pada perbuatan orang sebelum menaikkan status kasus ke penyidikan.

"Bagaimana caranya alat bukti itu bisa dinyatakan oh ya itu alat bukti permulaan dan kemudian bisa dikaitkan dengan perbuatan orang tapi orang itu enggak disebut sebagai tersangka? Ini menurut saya enggak pas," ujar Novel.

Ia khawatir, kebijakan baru ini dapat disalahgunakan untuk kepentingan di luar penegakan hukum, seperti kriminalisasi atau kepentingan politik.

Pentingnya Fungsi Pencegahan dan Harapan Perbaikan

Selain penindakan, diskusi juga menggarisbawahi pentingnya fungsi pencegahan KPK. Kasus korupsi di sektor haji bukanlah hal baru, dan Novel berharap KPK tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga melakukan upaya perbaikan sistem secara menyeluruh agar praktik serupa tidak terulang di masa mendatang.

"KPK punya fungsi enggak cuma penindakan. Ada pencegahan juga. Faktor korupsi di masalah haji ini kan sebetulnya sudah banyak dibicarakan selama ini," tegas Novel.

Kasus dugaan korupsi kuota haji ini menjadi cerminan betapa krusialnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap lini pemerintahan, terutama yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.

Harapan besar kini disematkan pada pimpinan KPK yang baru untuk menunjukkan komitmen sungguh-sungguh dalam memberantas korupsi, mengembalikan kepercayaan publik, dan memperbaiki citra lembaga yang sempat rusak.