Masya Allah, Inilah Ganjaran Istri yang Taat Pada Suami
- https://www.pexels.com/@thirdman
Dalam riwayat lain (Muslim) disebutkan: “sehingga ia kembali”. Dan dalam riwayat lain (Ahmad dan Muslim) disebutkan: “sehingga suaminya ridha kepadanya”.
Yang dimaksud “hingga kembali” yaitu hingga ia bertaubat dari perbuatan itu. [6]
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻱ ﻧَﻔْﺲُ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺑِﻴَﺪِﻩِ ﻻَ ﺗُﺆَﺩِّﻯ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓُ ﺣَﻖَّ ﺭَﺑِّّﻬَﺎ ﺣَﺘَّﻰ ﺗُﺆَﺩِّﻯ ﺣَﻖَّ ﺯَﻭْﺟِﻬَﺎ ﻭَﻟَﻮْ ﺳَﺄَﻟَﻬَﺎ ﻧَﻔْﺴَﻬَﺎ ﻭَﻫِﻲَ ﻋَﻠَﻰ ﻗَﺘَﺐٍ ﻟَﻢْ ﺗَﻤْﻨَﻌْﻪُ
“Demi Allah, yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seorang wanita tidak akan bisa menunaikan hak Allah sebelum ia menunaikan hak suaminya. Andaikan suami meminta dirinya padahal ia sedang berada di atas punggung unta, maka ia (isteri) tetap tidak boleh menolak.” [7]
Dalam ajaran Islam, seorang isteri dilarang berpuasa sunnat kecuali dengan izin suaminya, apabila suami berada di rumahnya (tidak safar). Berdasarkan hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam,
ﻻَ ﺗَﺼُﻢِ ﺍﻟْﻤَﺮْﺃَﺓُ ﻭَﺑَﻌْﻠُﻬَﺎ ﺷَﺎﻫِﺪٌ ﺇِﻻَّ ﺑِﺈِﺫْﻧِﻪِ، ﻭَﻻَ ﺗَﺄْﺫَﻥْ ﻓِﻲْ ﺑَﻴْﺘِﻪِ ﻭَﻫُﻮَ ﺷَﺎﻫِﺪٌ ﺇِﻻَّ ﺑِﺈِﺫْﻧِﻪِ، ﻭَﻣَﺎ ﺃَﻧْﻔَﻘَﺖْ ﻣِﻦْ ﻛَﺴْﺒِﻪِ ﻣِﻦْ ﻏَﻴْﺮِ ﺃَﻣْﺮِﻩِ ﻓَﺈِﻥَّ ﻧِﺼْﻒَ ﺃَﺟْﺮِﻩِ ﻟَﻪُ .
“Tidak boleh seorang wanita puasa (sunnat) sedangkan suaminya ada (tidak safar) kecuali dengan izinnya. Tidak boleh ia mengizinkan seseorang memasuki rumahnya kecuali dengan izinnya dan apabila ia menginfakkan harta dari usaha suaminya tanpa perintahnya, maka separuh ganjarannya adalah untuk suaminya.” [8]
Dalam hadits ini ada tiga faedah:
1. Dilarang puasa sunnat kecuali dengan izin suami.
2. Tidak boleh mengizinkan orang lain masuk kecuali dengan izin suami.
3. Apabila seorang isteri infaq/shadaqah hendaknya dengan izin suami.
Dalam hadits ini seorang isteri dilarang puasa sunnat tanpa izin dari suami. Larangan ini adalah larangan haram, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam an-Nawawi rahimahullaah.
Imam an-Nawawi berkata, “Hal ini karena suami mempunyai hak untuk “bersenang-senang” dengan isterinya setiap hari. Hak suami ini sekaligus merupakan kewajiban seorang isteri untuk melayani suaminya setiap saat. Kewajiban tersebut tidak boleh diabaikan dengan alasan melaksanakan amalan sunnah atau amalan wajib yang dapat ditunda pelaksanaannya.” [9]
Jika isteri berkewajiban mematuhi suaminya dalam melampiaskan syahwatnya, maka lebih wajib lagi baginya untuk mentaati suaminya dalam urusan yang lebih penting dari itu, yaitu yang berkaitan dengan pendidikan anak dan kebaikan keluarganya, serta hak-hak dan kewajiban lainnya.
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat petunjuk bahwa hak suami lebih utama dari amalan sunnah, karena hak suami merupakan kewajiban bagi isteri. Melaksanakan kewajiban harus didahulukan daripada melaksanakan amalan sunnah.” [10]