Kisah Nyata: Curhatan Seorang Guru yang Jauh dari Kata Mapan

Guru yang mengajar
Sumber :
  • U-Repot

“Bu, tunggu aja, ga sampe seminggu anaknya juga pulang kok”. “Kok Ibu bisa tenang sih? Ibu kan wali kelasnya?” Jawab Ibunya sambil sesenggukan. “Bu, anak Ibu termasuk salah satu anak yang mendapat perhatian khusus dari saya. Saya tau gimana karakter anak Ibu. Saya yakin anak Ibu ga akan kabur lama-lama, paling lama seminggu, paling cepet besok malem juga pulang” Jawabku untuk meyakinkan sang Ibu.

Dan keesokan siang harinya aku dapat telpon dari sang Ibu yang mengatakan bahwa anaknya sudah pulang sendiri pada jam 8 pagi hari.

Itu anak laki-laki, pernah juga terjadi dengan anak perempuan dengan kasus yang sama. Reaksiku pun sama. Tapi untuk kali ini aku katakan bahwa anaknya tidak akan pergi lebih dari 3 hari. Yes, prediksiku tepat, dai kabur hanya 2 hari 1 malam.

Aku bisa bersikap seperti itu karena setiap guru pasti mempunyai penilaian terhadp seluruh murid-muridnya terutama yang guru yang menjadi wali kelasnya. Aku juga begitu, punya peta perilaku. Aku memetakan mereka menjadi beberapa golongan, seperti golongan genius skill, genius academic, golongan ember, golongan ABK, dan lain-lain.

Lain halnya dengan ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Anak berkebutuhan khusus disini bukanlah anak dengan kelainan fisik tetapi anak yang terlahir dengan gangguan psikomotorik, seperti autism, down syndrome, ADHD, dan lain-lain. Mereka memang terlahir secara spesial nan istimewa. Ketika mereka sudah tantrum, aku harus berpikir cermat bagaimana caranya meredakan “tantrumnya” tanpa melukai dirinya sendiri dan teman-temannya. Beruntung, mereka tidak pernah melukaiku. Alhamdulillah…

Konsultasi Juga Kadang diperlukan, Tapi . .

Untuk anak-anak seperti ini aku juga memberikan sedikit konseling pada orang tuanya dalam hal makanan karena ada beberapa bahan makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh penderita autis dan ADHD. Konsultasi aku berikan secara hati-hati tanpa bermaksud menggurui dan melukai hati sang orang tua karena mereka tidak pernah membawa anaknya terapi atau bahkan konsultasi ke psikolog. Mungkin karena keterbatasan ekonomi. Aku paham akan hal itu.

Bukan hanya itu, aku pernah menemukan bahwa muridku sepertinya mengidap speech delay dan dysleksia. Aku katakan hal itu pada orang tua mereka bahwa anak-anak mereka sepertinya harus diperiksakan ke psikolog anak. Aku berani mengatakan hal itu setelah aku melakukan riset kecil berdasarkan buku dan diskusi dengan beberapa temanku yang seorang psikolog dan dokter. Tapi tidak ada satupun dari mereka yang menerima saranku. Sesuai perkiraanku.