Part 8 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan

Gunung Pundak
Sumber :
  • instagram

Olret – Sebuah suara muncul di belakangku pada Part 7 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan. Membuatku semakin yakin bahwa kami benar-benar tak akan selamat. Namun keyakinan kepada Sang Kuasa semakin kuat.

Suara teriakan Bang Idan dan Anes membangunkanku. Apakah aku pingsan? Kenapa aku pingsan? Tubuhku seketika mengejang teringat puluhan tangan-tangan pucat yang menggapaiku dan daun pintu pondokan yang terbuka. Aku panik dan histeris sambil menepis-nepis udara kosong.

Lalu kelegaan memelukku menyadari tubuh-tubuh itu sudah tak ada. Kelegaan berganti kengerian saat kesadaranku pulih. Aku bukan lagi duduk di bale-bale pondokan, melainkan sedang duduk di akar sebuah pohon besar di pinggir jurang.

Akar yang ku duduki menjuntai di tebing yang menjorok diatas jurang yang menganga. Tubuhku gemetar saat memandang ke bawah. Kabut putih tebal menutupi dasar jurang ini.

Kulihat ke atas, Bang Idan dan Anes tampak sedang berhati-hati menuruni tebing untuk menolongku. Diatasnya lagi kulihat teman-teman yang lain: Bang Amran, Ale dan Yuni.

Aku kembali menangis karena ketakutan sambil memanggil-manggil Bang Idan.

"Baaang, kenapa aku disini, Bang??"

Bang Idan sambil masih bergerak turun menjawab untuk menenangkanku, "Tenang Dek. Jangan panik. Jangan bergerak-gerak."

"Baang, tolong aku, Bang. Aku takut, Bang." Aku menangis tersedu-sedu.

Tebing yang terlalu curam menghentikan gerak turun Bang Idan dan Anes. Sementara aku masih tak berani bergerak sama sekali.

"Dek, jangan panik. Sekarang tenangkan dirimu. Kau dengarkan suara Abang ini." Bang Idan berteriak padaku. Ada jarak semeter vertikal yang memisahkan kami, tapi buatku rasanya jauh sekali.

"Sekarang coba berdiri dan pegangan pada akar yang menggantung itu. " Kembali Bang Idan memberikan perintah.

Dengan kaki gemetar ku beranikan diri untuk bergerak seperlahan mungkin. Aku menelan ludah kala melirik ke bawah, jurang itu seakan memanggil-manggilku. Salah sedikit tubuhku akan terlempar kesana.

"Terus, Dek. Kau tempatkan kakimu di akar yang itu, lalu pegangan pada akar yang ini." Sambung Bang Idan lagi, tapi suaranya terdengar tegang.