Kisah Wardatina Mawa: Menyerah pada Cita-Cita Demi Cinta, Bangkit Setelah Dikhianati
Olret – Sebuah unggahan Instagram Story dari Wardatina Mawa baru-baru ini menyita perhatian publik. Bukan sekadar curahan hati biasa, unggahan tersebut memaparkan sebuah kisah personal tentang pengorbanan besar, janji yang diingkari, dan keputusan untuk bangkit dari keterpurukan.
Dalam rentang waktu singkat, cerita ini menjadi viral di berbagai media sosial seperti Tiktok, Instagram dan thread.
Hal ini karena cerita Mawa menjadi representasi pahit bagi banyak perempuan yang pernah dihadapkan pada pilihan sulit antara ambisi pribadi dan tuntutan rumah tangga.
Mimpi Polwan yang Kandas di Gerbang Pernikahan
Kisah Wardatina Mawa
Wardatina Mawa, yang saat ini berusia 25 tahun, membuka ceritanya dengan kenangan akan cita-cita masa mudanya: menjadi Polisi Wanita (Polwan). Ia mengaku telah mendapat dukungan penuh dari keluarga yang juga merupakan bagian dari institusi tersebut, bahkan sudah sempat memulai proses pendaftaran dan berkas.
Namun, di tengah perjalanan meraih mimpinya, seorang pria hadir dengan niat baik. Keputusan sulit pun harus diambil setelah pria tersebut melarangnya melanjutkan seleksi.
“Beliau melarang saya melanjutkan seleksi Polwan, dengan alasan: 'Fitrah perempuan itu cukup di rumah. Tidak perlu mengejar karier. Abang yang akan bertanggung jawab.'” tulis Wardatinamawa.
Di usianya yang masih sangat muda, ia memilih untuk mengalah. “Saya lepaskan mimpi saya. Saya pilih beliau. Saya pilih patuh. Karena saya pikir, begitulah cara menjaga rumah tangga. Begitulah cara mencintai.”
Pengkhianatan dan Kesadaran yang Pahit
Keputusan untuk mengorbankan karier demi janji setia sang calon suami ternyata berujung pada kekecewaan mendalam. Ia mengaku tersadar setelah menyaksikan video bukti pengkhianatan.
“...ketika saya melihat video bukti pengkhianatan itu... saya tersadar: bahwa pernah menyerah pada mimpi besar karena saya percaya pada seseorang yang ternyata tidak bisa menjaga amanah kecil bernama kesetiaan.”
Dalam narasi yang emosional, Wardatinamawa menegaskan bahwa penyesalan terbesarnya bukanlah menjadi seorang istri, melainkan pengorbanan yang ia berikan pada orang yang salah.
“Yang saya sesali hanyalah satu: Saya mengorbankan masa depan saya untuk seseorang yang pada akhirnya tidak menjaga saya.”
Namun, ia lantas menekankan bahwa fase ini bukan lagi tentang penyesalan, melainkan tentang kesadaran dan komitmen untuk bangkit.
Bangkit Lebih Tinggi dari Titik Dijatuhkan
Di tengah badai rumah tangga, Wardatina Mawa memilih untuk kembali memegang kendali atas hidupnya. Saat ini, ia mengungkapkan tekadnya untuk melanjutkan pendidikan yang sempat tertunda.
“Dan sekarang saya sudah semester 5 di kampus, dan bakalan saya lanjutin terus pendidikan saya sampai selesai, apapun yang terjadi.”
Ia menyatakan memiliki motivasi yang kuat, terutama demi masa depan sang anak, Muhammad Afnan Al Aqsha. Tujuan utamanya adalah menjadi inspirasi, bukan korban.
“Saya ingin anak saya kelak melihat ibunya bukan sebagai korban. Tetapi sebagai bukti bahwa perempuan yang disakiti pun bisa bangkit dengan kepala tegak.”
Wardatina Mawa menutup rangkaian kisahnya dengan sebuah prinsip kuat yang memberikan harapan bagi setiap perempuan yang sedang berjuang:
“Karena pada akhirnya, saya percaya: Perempuan boleh patah tapi tidak selamanya hancur. Perempuan boleh jatuh tapi selalu punya kemampuan untuk bangkit lebih tinggi daripada titik ia dijatuhkan.”
Kisah ini bukan hanya tentang drama pengkhianatan, tetapi juga tentang kekuatan seorang perempuan muda yang berani mengambil kembali haknya atas masa depan, membuktikan bahwa kehancuran bisa menjadi fondasi untuk membangun kekuatan baru.
Ia berjanji akan membangun hidup kembali “dengan cara yang terhormat, tanpa merusak hidup orang lain.”