Kisah Pedagang Ikan Cantik Cirebon: Uang Tak Pernah Habis, Nyawa Melayang Jadi Tumbal Tuyul Kelas Kakap

Kisah Pedagang Ikan Cantik Cirebon
Sumber :
  • Youtube

Olret – Di antara deretan lapak pasar Cirebon, sosok Mbak Ana adalah anomali. Pedagang ikan pindang ini memiliki wajah rupawan dan dagangannya selalu ludes sebelum mentari meninggi—ketika pedagang lain masih menanti pembeli.

5 Poin Utama Permintaan Maaf Terbuka Julia Prastini

Desas-desus pun muncul, "Wajar saja, cantik begini siapa yang enggak mau beli." Namun, di balik senyum manisnya tersembunyi sebuah rahasia gelap yang bahkan suaminya tak ketahui: Mbak Ana adalah pengikut pesugihan tuyul super.

Kisah mencekam ini terkuak setelah delapan tahun terikat perjanjian gaib, melalui pengakuan Ana kepada Kang Oman, seorang penolong spiritual yang dimintai tolong untuk memutus kontrak maut tersebut.

Obesitas Bukan Hanya Kelebihan Berat Badan, It’s a Mother of Diseases

Ambisi yang Menjerat di Malam Selasa Kliwon

Ana, dulunya hanya gadis SMA sederhana, melihat teman-teman seangkatannya mencapai kesuksesan finansial. Setelah menikah, kemiskinan dan kehidupan yang pas-pasan menghantam harapannya. Rasa iri berubah menjadi ambisi buta. "Saya ingin kaya seperti mereka, apa pun caranya," katanya pada Kang Oman.

Strategi Dagang "Silent Killer" China: 5 Rahasia Bikin Kaya Diam-Diam!

Dari obrolan pasar, ia mendengar bisikan tentang Gunung Serandil di Cilacap, sebuah tempat keramat untuk mencari kekayaan lewat bantuan makhluk gaib. Dengan tekad bulat, Ana berangkat ditemani seorang teman,

Di puncak gunung, Pak Kuncen, juru kunci, sempat memberinya peringatan keras: “Kaya cepat itu gampang, tapi bayarnya mahal.” Ana tak peduli.

Pada Malam Selasa Kliwon, tepat pukul 12, ritual pesugihan dimulai. Ia diminta mandi kembang tanpa busana dan membaca mantra dalam ruangan gelap.

Tak lama, muncul sosok perempuan besar, pucat, dan menyeramkan berwajah mirip dirinya. Perjanjian pun terikat: Ana resmi menjadi pengikut tuyul kelas A, makhluk gaib yang sanggup mendatangkan uang Rp5–10 juta setiap hari.

Delapan Tahun di Bawah Bantal Ajaib

Sepulang dari Serandil, hidup Ana berubah drastis. Setiap pagi, ranjangnya selalu berantakan, seolah ada yang tidur di sana. Tapi di bawah bantal dan kasurnya, selalu muncul uang segar dalam jumlah tetap: lima juta rupiah.

"Saya tahu, ini cara tuyul bekerja," ungkapnya kepada Kang Oman.

Dalam waktu dua tahun saja, kekayaan Ana melonjak: rumah mewah, perhiasan, dan toko sembako. Namun, ada aturan aneh yang harus ia patuhi: uang dari tuyul haram digunakan untuk membeli makanan mewah. Ia hanya boleh makan tempe, kecap, atau kerupuk. Jika melanggar, tuyul akan mengamuk.

Selama delapan tahun, ia hidup bak ratu dengan pemasukan harian minimal Rp5 juta. Total hartanya ditaksir mencapai miliaran rupiah. Tapi kebahagiaan semu itu harus dibayar mahal.

Suaminya menemukan kamar terlarang yang berisi bunga kantil kering, mainan anak-anak, dan bau amis aneh. Keesokan harinya, suami Ana menceraikannya, pergi sambil berkata, "Saya takut jadi tumbal kamu."

Tobat yang Terlambat dan Konsekuensi Maut

Setelah delapan tahun, kegelisahan mulai menggerogoti Ana. Suara ceramah dari musala kecil dekat rumahnya tentang dosa syirik menusuk hatinya. Ia menangis, menyesal, dan akhirnya mencari Kang Oman untuk memutus kontrak gaib.Ana mengungkapkan fakta mengerikan: Kuncen memberinya 15 tangkai bunga kantil.

Setiap tahun, satu bunga hilang, menandakan sisa umur kontrak. Kini, hanya tersisa tujuh bunga. Tujuh tahun lagi, ia akan mati.

Perjalanan kembali ke Gunung Serandil sia-sia. Kuncen menolak, "Kamu sudah kontrak, tak bisa dibatalkan." Mereka bahkan berhadapan dengan induk tuyul, sosok menyeramkan yang menuntut hak atas pengikutnya.

Meski demikian, Ana bertekad bulat untuk bertobat. Kamis malam Jumat, ia membawa uang miliaran hasil pesugihan dan bunga sisa ke musala Kang Oman. Dalam ritual pemusnahan, uang itu lenyap seketika, sementara bunga mengeluarkan bau busuk seperti daging busuk.

Saat berzikir, tubuh Ana menggigil, ia muntah bunga dan cairan hitam, menangis memohon ampun, dan mengucapkan syahadat. Setelah itu, senyum lega terkembang. “Kang, dada saya ringan, saya sudah bebas,” katanya.

Namun, kebebasan itu berumur pendek. Malam berikutnya, sekitar pukul 12, Ana mengalami kecelakaan di daerah Kangenan dan meninggal di tempat.

Ketika keluarganya membuka tempat penyimpanan uang miliaran, mereka hanya menemukan serutan kayu dan daun kering. Uang yang dulu memenuhi rumahnya hilang tanpa jejak, kembali menjadi ilusi.

Hingga kini, warga pasar hanya mengenang Mbak Ana sebagai "pedagang pindang cantik yang dagangannya selalu laris." Tak ada yang tahu bahwa di balik senyum dan kesuksesannya, ia telah menukar kekayaan miliaran dengan nyawa dalam kontrak gaib yang tak terhindarkan.

Kisah nyata lain menanti… karena setiap pilihan gelap, pasti punya bayangan panjang.