Drama Pilu Yai Mim Dosen UIN Malang: Tanah Wakaf Berujung Pengusiran, Berawal dari Klakson Mobil dan Tuduhan "Cabul"?
- Youtube
Olret – Kisah perseteruan dr Muhammad Imam Muslimin atau yang akrab disapa Yai Mim, seorang dosen nonaktif UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, dengan tetangganya, Sahara dan Sofyan, menjadi sorotan publik.
Bermula dari masalah sepele soal parkir, konflik ini merembet ke isu tanah wakaf, tuduhan fitnah di media sosial, dan puncaknya, berujung pada surat pengusiran dari lingkungan perumahan.
Dalam wawancara eksklusif di kanal YouTube Denny Sumargo, Yai mim dan istrinya, Rosida Vignesvari (Ines), membeberkan kronologi lengkap yang sarat drama dan ironi.
Pemicu yang Terlalu Sepele: Klakson Dini Hari
Pemicu Panas Konflik Dosen UIN Malang dan Tetangga
- Youtube
Yai Mim, dosen filsafat dan tasawuf yang dikenal sebagai sosok religius, menyebut konflik ini adalah masalah yang sangat remeh-temeh. Pemicu utamanya adalah bisnis rental mobil milik tetangganya, Bu Sahara, yang kerap memarkir kendaraan tepat di depan pintu rumah Yaimim, menghalangi akses keluar.
"Saya datang dari Jakarta dan mobil kami tidak bisa keluar. Saya sudah berkali-kali meminta mobil dipindahkan," ujar Yaimim.
Puncak ketegangan terjadi pada dini hari ketika Yaimim terpaksa memindahkan sendiri mobil yang menghalangi.
Kesalahan menginjak gas yang menimbulkan suara mesin keras memicu kemarahan Sahara dan Sofyan. Meskipun Yaimim telah meminta maaf, hubungan bertetangga tidak pernah membaik setelah insiden itu.
Inisiatif Baik yang Berbalik Bumerang: Sengketa Tanah Wakaf
Dramatisasi Dosen UIN Malang Vs Tetangga
- Youtube
Permasalahan meruncing ketika Yaimim berinisiatif membersihkan tiga kavling tanah kosong di depan rumahnya yang ia klaim sebagian adalah tanah wakaf untuk fasilitas umum dan jalan.
Ia menghabiskan jutaan rupiah untuk membersihkan lahan kotor tersebut, yang kemudian secara luas digunakan oleh tetangganya untuk parkir mobil rental.
"Saya hanya meminta bantuan Rp 1 juta saja (dari total biaya pembersihan Rp 6 juta), tapi dibilang kemahalan," kenang Yaimim dengan nada menyesal.
Inisiatifnya membersihkan lahan, alih-alih diapresiasi, malah menjadi bumerang. Ia kemudian dituduh memindahkan patok tanah, menambah panjang daftar perselisihan.
Tuduhan Keji dan Pengusiran Diam-Diam
Setelah serangkaian cekcok, masalah melebar ke ranah pribadi dengan munculnya tuduhan "cabul" yang dilayangkan oleh Bu Sahara. Tuduhan ini bermula saat Yaimim ketahuan mencuci di lantai tiga rumahnya hanya menggunakan celana pendek (boxer).
"Definisi cabul menurut beliau mungkin berbeda. Beliau menganggap melihat laki-laki berpakaian seperti itu sama dengan melakukan percabulan," jelas Yaimim.
Tuduhan ini, diperkuat dengan video-video yang diunggah Sahara, menciptakan narasi negatif terhadap Yaimim di media sosial. Puncaknya, Yaimim menerima surat penolakan warga yang berujung pada pengusiran dari perumahan. Dalam surat tersebut, Yaimim dituduh.
- Berperilaku tidak pantas (termasuk tuduhan minum miras dan memperlihatkan aurat).
- Menyebarkan fitnah dan meresahkan warga.
- Berseteru secara fisik dan verbal.
"Kami tidak pernah didudukkan bersama. Tidak pernah menerima teguran. Keputusan (pengusiran) itu diambil diam-diam tanpa memberi kami kesempatan tabayun," protes Rosida, istri Yaimim, menyayangkan minimnya fungsi perangkat RT/RW sebagai penengah.
Hidup di Hotel dan Pura-pura Sakit
Akibat pengusiran itu, Yaimim dan istri memilih tinggal sementara di hotel karena merasa tidak aman di rumah sendiri. Rumah mereka kini rencananya akan dijual.
Yaimim juga mengakui bahwa aksi 'drama' yang viral, di mana ia terlihat seolah-olah stroke atau terjatuh saat berkonflik, adalah tindakan yang disengaja. "Kalau Anda diancam seseorang (akan stroke), maka kita melakukan sesuatu yang diinginkan orang itu. Supaya (orang itu) marem (puas)," ungkapnya, menjelaskan upaya untuk memecah konsentrasi pihak lawan.
Saat ini, kedua belah pihak diketahui telah saling melaporkan ke polisi.
Pintu Damai Tetap Terbuka
Meskipun menghadapi pengusiran dan pelaporan, Yaimim menegaskan bahwa ia tetap membuka pintu damai. Ia berharap warga dan tetangganya dapat kembali pada hati nurani.
"Ayo kita bersaudara, bertetangga, saling menghormati, saling menghargai. Saya merasa benar tapi aku ada salahnya. Yang saya salah, saya minta maaf. Yang saya benar, mohon dihargai," pungkas Yaimim.
Kisah Yaimim ini menjadi cerminan bahwa masalah bertetangga yang tidak diselesaikan dengan mediasi yang adil dapat berujung pada drama sosial dan hukum yang merugikan semua pihak.