Skandal Kuota Haji dan Sorotan Tajam Terhadap Kinerja KPK: Sebuah Analisis Mendalam dari Novel Baswedan
Novel Baswedan secara terang-terangan menyatakan ketidaksetujuannya dengan perubahan Standar Operasional Prosedur (SOP) KPK yang tidak lagi langsung menetapkan tersangka di awal penyidikan.
Menurutnya, hal ini bertentangan dengan Undang-Undang KPK yang mewajibkan adanya dua alat bukti permulaan yang cukup dan melekat pada perbuatan orang sebelum menaikkan status kasus ke penyidikan.
"Bagaimana caranya alat bukti itu bisa dinyatakan oh ya itu alat bukti permulaan dan kemudian bisa dikaitkan dengan perbuatan orang tapi orang itu enggak disebut sebagai tersangka? Ini menurut saya enggak pas," ujar Novel.
Ia khawatir, kebijakan baru ini dapat disalahgunakan untuk kepentingan di luar penegakan hukum, seperti kriminalisasi atau kepentingan politik.
Pentingnya Fungsi Pencegahan dan Harapan Perbaikan
Selain penindakan, diskusi juga menggarisbawahi pentingnya fungsi pencegahan KPK. Kasus korupsi di sektor haji bukanlah hal baru, dan Novel berharap KPK tidak hanya fokus pada penindakan, tetapi juga melakukan upaya perbaikan sistem secara menyeluruh agar praktik serupa tidak terulang di masa mendatang.
"KPK punya fungsi enggak cuma penindakan. Ada pencegahan juga. Faktor korupsi di masalah haji ini kan sebetulnya sudah banyak dibicarakan selama ini," tegas Novel.
Kasus dugaan korupsi kuota haji ini menjadi cerminan betapa krusialnya transparansi dan akuntabilitas dalam setiap lini pemerintahan, terutama yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
Harapan besar kini disematkan pada pimpinan KPK yang baru untuk menunjukkan komitmen sungguh-sungguh dalam memberantas korupsi, mengembalikan kepercayaan publik, dan memperbaiki citra lembaga yang sempat rusak.