Misteri Haji dan Pesugihan di Tanah Suci: Kisah Haji Darsono dan Kulah Yaman

Misteri Haji dan Pesugihan di Tanah Suci
Sumber :
  • Youtube Malam Mencekam

Olret – Di balik hiruk pikuk jamaah haji di Makkah, tersimpan sebuah kisah yang begitu gelap. Bukan soal ibadah, melainkan sebuah ritual pesugihan yang dijalankan di Tanah Suci.

Cerita Uya Kuya Dapat Bantuan Yusuf Hamka Saat Kasus Penjarahan

Ini adalah cerita tentang Haji Darsono dan Hajah Yuni, sepasang suami-istri kaya raya yang konon telah berhaji sebanyak 16 kali, bukan untuk mencari ridho Allah, melainkan kekayaan lewat ritual terlarang di Kulah Yaman.

Kekayaan yang Lahir dari Ritual Gelap

Sebuah Pesan Ketulusan dari Daehoon: Kekuatan di Balik Senyuman Demi Anak

Pada pandangan pertama, Haji Darsono dan Hajah Yuni tampak sebagai pasangan dermawan yang saleh. Mereka rajin bersedekah, bahkan menyumbang belasan sapi untuk kurban.

Namun, kecurigaan muncul ketika seorang kolektor pusaka bernama Mas Rully diminta membantu menguji sebuah pusaka. Dari situlah Mas Rully mengetahui bahwa pasangan ini memiliki kaitan dengan ritual gaib di Kulah Yaman, sebuah bangunan tua 1,5 km dari Masjidil Haram.

Na Daehoon, Pria Korsel yang Rela Mualaf, Bertahan Demi Anak: Trauma Masa Kecil Jadi Kunci Keputusan

Konon, Kulah Yaman dulunya adalah kolam air biasa. Namun, seiring waktu, tempat itu menjadi lokasi ritual pesugihan. Jamaah yang terperangkap dalam keserakahan akan berdiam diri di sana hingga 21 hari, melakukan meditasi, dan bahkan menelan minyak Malaikat Subuh yang dipercaya sebagai syarat untuk mendapatkan kekayaan.

Ciri orang yang pernah melakukan ritual ini dapat dilihat dari bekas hitam di lidah mereka—sebuah tanda yang menurut Mas Rully, ia lihat pada lidah Haji Darsono dan Hajah Yuni.

Kekayaan Berlimpah dan Pertanda Kematian

Sepulang dari haji, kekayaan Haji Darsono dan Hajah Yuni seolah tak ada habisnya. Bisnis butik, gudang beras, dan proyek besar lainnya bermunculan. Namun, semua kejayaan itu perlahan memudar setelah perjalanan haji mereka yang ke-16. Harta mulai menyusut, anak-anak mereka terjerat judi, dan kesehatan mereka memburuk.

Kematian Haji Darsono sungguh mengenaskan; matanya terbelalak, wajahnya menegang, dan jasadnya sulit dirapikan. Tak lama setelahnya, Hajah Yuni meninggal di hari dan jam yang sama, hanya berbeda pekan. Bagi sebagian orang, ini adalah tumbal dari perjanjian gaib yang mereka lakukan.

Kisah ini menjadi pengingat bahwa ibadah sejati adalah soal niat yang tulus. Haji mabrur tidak bisa dicapai dengan persekutuan bersama kekuatan gaib, karena pada akhirnya, tumbal yang diminta adalah nyawa itu sendiri.

Halaman Selanjutnya
img_title