Mendobrak Standar Ganda: Tantangan Terbesar Perempuan dalam Karier Menurut Agatha Chelsea

Agatha Chelsea
Sumber :
  • Youtube

Olret – Dalam sebuah percakapan dengan Sandiaga Uno, Agatha Chelsea dengan lugas menyoroti salah satu tantangan paling mendalam yang dihadapi perempuan di dunia profesional: standar ganda (double standard).

Jalan Pintas Cepat Kaya vs. Disiplin Investor: Sandiaga Uno Bongkar Mindset FOMO Generasi Muda

Ia menjelaskan bagaimana atribut yang dipandang positif pada laki-laki, sering kali dianggap negatif ketika dimiliki oleh perempuan.

Chelsea mencontohkan bagaimana sifat-sifat yang kerap dikaitkan dengan maskulinitas, seperti agresif dan kompetitif, seringkali dipandang sebagai kualitas kepemimpinan yang ideal.

5 Zodiak yang Paling Sering Menjadi Pendengar Baik

Sebaliknya, sifat-sifat feminin seperti empati, belas kasih, atau kerentanan sering dianggap sebagai kelemahan. Paradigma ini menciptakan sebuah dilema bagi perempuan: haruskah mereka menekan sisi feminin mereka agar dianggap kompeten, atau merangkulnya dan berisiko dianggap kurang cakap?

Mengapa Ini Menjadi Masalah?

Di Tengah Banjir Informasi: Mengapa Critical Thinking adalah Keterampilan Terpenting Gen Z

Agatha Chelsea

Photo :
  • Youtube

Standar ganda ini bukan hanya masalah persepsi, melainkan juga memiliki dampak nyata pada kemajuan karier perempuan. Saat perempuan berani mengambil inisiatif atau bersikap asertif, mereka kadang dicap sebagai "terlalu ambisius" atau "sulit diajak kerja sama."

Sebaliknya, jika mereka memilih pendekatan yang lebih kolaboratif dan suportif, mereka bisa dipandang sebagai kurang tegas atau tidak memiliki visi yang kuat.

Fenomena ini juga dapat memicu imposter syndrome, di mana perempuan merasa tidak pantas berada di posisi mereka, meskipun sudah bekerja keras dan berprestasi. Mereka terus-menerus merasa harus membuktikan diri lebih keras dari rekan-rekan pria mereka untuk mendapatkan pengakuan yang sama.

Jalan ke Depan: Meruntuhkan Batasan dan Mendefinisikan Ulang Kepemimpinan

Menurut Chelsea, jalan keluar dari masalah ini adalah dengan meruntuhkan standar lama dan menciptakan definisi kepemimpinan yang lebih inklusif. Penting untuk mengakui bahwa kualitas seperti empati, kolaborasi, dan kecerdasan emosional adalah aset yang tak ternilai dalam kepemimpinan modern.

Perubahan ini membutuhkan peran dari semua pihak:

  • Perempuan harus berani menjadi diri sendiri dan tidak takut untuk menggunakan suara mereka.

  • Perusahaan harus menciptakan budaya yang menghargai keragaman gaya kepemimpinan.

  • Masyarakat secara keseluruhan perlu berhenti mengkotak-kotakkan sifat-sifat manusia berdasarkan gender.

Dengan mengubah cara kita memandang kepemimpinan dan kesuksesan, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih adil, di mana setiap orang, tanpa memandang gender, memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan memimpin.