Kisah Nyata : 90 Hari Tirakat Di Alas Roban Berujung Kawin Paksa Dengan Makhluk Gaib
- Youtube
Olret – Damar, seorang pria dengan latar belakang keluarga yang kental dengan tradisi kejawen, harus menghadapi takdir yang tidak pernah ia bayangkan.
Ayahnya, seorang penganut kejawen, memiliki kamar khusus yang terlarang untuk siapa pun, bahkan ibu Damar. Ruangan itu menjadi saksi bisu tradisi "serah terima" ilmu leluhur yang sudah turun-temurun.
Terpilih sebagai Penerus
Awalnya, ilmu tersebut akan diwariskan kepada kakak pertama Damar, tetapi ia meninggal dunia. Kakak kedua pun hampir terpilih, namun sebuah ritual penentuan mengubah segalanya.
Dalam ritual pemanggilan roh kakeknya yang sudah moksa, sebuah keris dibungkus kain kafan diberikan. Kakak Damar pingsan karena keris itu terasa panas, sedangkan Damar tidak merasakan apa-apa. Kakeknya pun memutuskan, Damar-lah yang terpilih untuk meneruskan ilmu keluarga.
Tirakat di Alas Roban
Keesokan harinya, Damar dibawa ayah dan kakeknya ke Alas Roban. Ia diuji untuk menemukan sebuah pohon beringin putih bercahaya dengan mata tertutup. Pohon itu hanya bisa dilihat oleh orang-orang terpilih, dan di depannya terdapat pancuran bernama Poncowati. Di bawah pohon itulah, Damar harus menjalani tirakat selama 90 hari.
Ia hanya mengenakan kain kafan, duduk di dalam lingkaran, dan dilarang keluar. Aturan lain, ia hanya boleh memakan dan meminum apa pun yang muncul di hadapannya.
Hari-hari Pertama: Makanan muncul di hari genap, berupa nasi tumpeng, lauk sederhana, air, dan teh manis. Di hari ganjil, ia harus menahan lapar.
Perubahan Makanan: Seiring berjalannya waktu, makanan berubah menjadi bunga melati, lalu bunga kantil kuning yang selalu berjumlah tiga butir.
Penampakan Gaib: Memasuki hari ke-7, Damar mulai melihat berbagai mahluk gaib seperti kuyang, pocong, dan gondoruwo. Namun, rasa takutnya perlahan menghilang.
Munculnya 'Menjangan': Di hari ke-15, sosok menjangan setengah badan perempuan cantik bertanduk muncul, diiringi prajurit-prajurit gaib. Sejak itu, makanan yang muncul hanya bunga kantil kuning hingga hari terakhir tirakat.
Bunga Wijaya Kusuma dan Hujan Gaib
Di hari ke-90, sosok menjangan itu berbicara untuk pertama kalinya. Ia mengatakan makanan terakhir diambil dari Laut Selatan. Sebuah nampan emas muncul di hadapan Damar, berisi bunga Wijaya Kusuma yang harum.