Jebakan Pesugihan Jumat Kliwon : Kisah Mas Teguh dan Batu Hitam 10 Miliar

Jebakan Pesugihan Jumat Kliwon
Sumber :
  • Youtube

Olret – Tahun 2017, karier Mas Teguh sebagai pengusaha proyek sedang berada di puncak. Rumah mewah, mobil, dan relasi bisnis yang luas menjadi bukti kesuksesannya. Namun, roda nasib berputar drastis.

Menguak Tirai Gelap: Pesugihan, Tuyul, dan Kerajaan Monyet dalam Kisah Nyata

Bisnisnya runtuh, proyek-proyeknya macet, dan tumpukan utang mulai mencekiknya. Hidupnya semakin terpuruk setelah ia ditangkap karena narkoba dan dipenjara. Saat bebas, ia mendapati dirinya sebatang kara. Tanpa tujuan, ia berjalan kaki dari Brebes ke Purwokerto.

Tawaran Instan dan Batu Hitam Penukar Jiwa

 

Sedekah: Investasi Terbaik untuk Hidup Berlimpah

Di sebuah pom bensin di Purwokerto, Mas Teguh bertemu Pak Yanto, sosok yang menawarkan jalan pintas untuk mengembalikan kejayaan. Ia diajak ke Cilacap untuk menjalani ritual pesugihan.

Syaratnya, ia harus menginap tujuh hari di sebuah gua di Pantai Sodong dengan sesaji lengkap. Pada malam ketujuh, muncul "Ibu Ratu," sosok cantik bermahkota yang menyuruhnya melanjutkan ritual ke Pekalongan.

Misteri 40 Hari Setelah Ayah Tiada: Sebuah Kisah Nyata Pesan dari Alam Batas

Di Pekalongan, ia menemui juru kunci dan mengikuti ritual lain. Sebuah suara ledakan keras mengakhiri ritual dan meninggalkan sebuah batu hitam sebesar kepalan tangan.

Batu itu berbentuk seperti boneka dengan taring dan diminta untuk dibawa pulang. Tak lama setelah memiliki batu itu, seorang teman lama Mas Teguh tiba-tiba datang dan memberinya uang tunai Rp10 miliar.

Proyek-proyek besar mulai berdatangan seolah tanpa usaha. Pembangunan pabrik, rumah sakit, hingga rumah pejabat bernilai miliaran rupiah berhasil ia tangani tanpa badan usaha resmi.

Teror dan Tumbal

 

Namun, kekayaan yang diperoleh secara instan itu datang dengan konsekuensi mengerikan. Dalam mimpinya, Mas Teguh diperintahkan untuk menyediakan tumbal manusia setiap malam Jumat Kliwon.

Suatu malam, ia lupa memberikan tumbal dan langsung diteror oleh sosok raksasa. Keesokan harinya, anak bungsunya yang berusia tiga tahun sakit secara misterius. Tubuhnya kurus kering dan berperilaku seperti orang kesurupan. Seorang kiai menasihatinya untuk membuang batu hitam itu jika ia ingin anaknya sembuh.

Mas Teguh pun membuang batu itu ke Pantai Randuanga. Perlahan, kondisi anaknya membaik.

Namun, kini ia harus menghadapi teror dari Ibu Ratu yang datang dalam mimpi dan bahkan menampakkan diri secara langsung. Teror itu kian menjadi-jadi, terutama saat ia mendengar ucapan Pak Yanto yang menyeramkan, "Anakmu empat, kasih satu untuk numpang hidup.

Melepaskan Diri dan Hidup Sederhana

 

Didampingi seorang kiai, Mas Teguh kembali ke gua di Cilacap untuk menjalani ritual penutup. Ia memohon keselamatan keluarganya.

Di sana, Ibu Ratu kembali menampakkan diri dan berkata bahwa tempat itu bukanlah tempat pesugihan, melainkan tempat "riyadhoh" atau mendekatkan diri pada Tuhan.

Ibu Ratu juga menegaskan bahwa entitas yang menyuruhnya ke Pekalongan bukanlah dari mereka. Untuk "membantu", ia memberikan Mas Teguh sebuah payung ajaib yang konon bisa menyembuhkan orang sakit, tetapi Mas Teguh menolak dan menitipkannya pada seorang teman.

Kini, Mas Teguh menjalani hidup jauh dari kemewahan masa lalunya. Ia hanya memiliki satu rumah dan satu mobil, serta mengelola proyek-proyek kecil. Meski demikian, ia merasa hidupnya jauh lebih tenang. Ia telah memilih untuk melepaskan kekayaan instan yang menukar jiwanya dengan ketenangan hidup sederhana yang penuh berkah.

Kisah Mas Teguh menjadi pengingat bahwa jalan pintas menuju kekayaan sering kali datang dengan harga yang sangat mahal, jauh lebih mahal dari yang bisa kita bayangkan.