Terinspirasi Richie Rich, Semangat Sri Irdayati Yakin Mampu Mencetak Generasi Miliuner
- satu indonesia
Olret –Richie Rich memang salah satu film fiksi yang tidak benar-benar ada di di dunia nyata. Namun, film yang bercerita seorang anak konglomerat yang fasih berbicara pergerakan saham tapi tetap tak kehilangan masa kecilnya, menggugah hati sekaligus menginspirasi Sri Irdayati. Perempuan asal Pemangkat - Kalimantan Barat untuk membangun sekolah bisnis bagi anak-anak sejak usia dini.
Dia menilai anak-anak terutama dari tingkat dasar, mempunyai jiwa yang lebih segar menerima sesuatu dan lebih berani menerima resiko. Jadi, dunia usaha dan manajemen perlu diajarkan meski kepada siswa sekolah dasar.
Tahun 2007
Perjuangan pertama perempuan itu dimulai setelah lulus dari Universitas Diponegoro, Semarang tahun 2007. Alih-alih berpikir mencari pekerjaan, perempuan kelahiran 6 Juli 1985 itu ingin membuat usaha sendiri.
Dengan menggandeng seorang teman kampusnya dan dua rekan di Fakultas Psikologi, yakni Katri Septiana Dewi, Arika Normalasari, dan Aprihatiningrum Hidayati. Dia mengemukakan idenya untuk membuat sekolah bisnis anak dengan tema besar "Education for Indonesia".
Sri Irdayati menawarkan program pendidikan kewirausahaan tersebut ke sekolah-sekolah. Sayangnya hampir semua sekolah yang pernah ditawarkan menolak.
Pihak sekolah maupun orang tua murid merasa kalau usia anak-anak belum pantas mengenal bisnis, mereka harus fokus belajar pelajaran sekolah. Ada lagi yang beranggapan bahwa jika anak-anak mengenal bisnis, nantinya akan menjadi matre.
Namun, penolakan tersebut tidaklah membuat langkah dan semangat Sri Irdayati surut begitu saja. Pada saat yang hampir bersamaan, Institut Teknologi Bandung mengadakan lomba Innovative Entrepreneurship Challenge pada 2007. Nah, bersama dengan keempat kawannya mengikuti lomba tersebut dan meraih juara satu.
Dari hasil lomba yaitu uang sebesar Rp 15 juta dan surat yang dikeluarkan rektorat Undip, Irda dan kawan-kawannya mendatangi kantor Wali Kota Semarang dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah. Kemudian dia mendapatkan kesempatan mengajar 2 jam tentang kewirausahaan. Sayangnya, lagi-lagi tantangan muncul lewat minat anak-anak yang kurang pada materi tersebut.
Untuk mengatasi masalah tersebut, mereka membekali siswa dengan sejumlah uang dan memintanya berbelanja bahan di pasar. Sepulang siswa berbelanja, bahan itu dikemas menarik dan dijual lagi. Kegiatan ini ternyata berhasil memancing minat siswa.