Poligami Memang Sunnah, Tapi Bukan Berarti Harus Menelantarkan Anak dan Istrimu
- u-repot
Sungguh geram rasanya saat mendengar penuturan Bu Inggit. Padahal motor matic itu, adalah bantuan dari ibu ibu pengajian untuk mempermudah usaha Ibu Inggit berjualan daster keliling. Sekarang, justru dipakai suaminya untuk mengurusi istri muda, padahal istri pertamanya harus banting tulang mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Beberapa bulan yang lalu, Ibu Ibu pengajian di perumahan ini memang heboh saat tersiar kabar bahwa suami Bu Inggit menikah lagi secara diam diam. Untung saja, Ibu Inggit tidak terpancing emosi yang justru akan membahayakan dirinya dan janin 4 bulan dalam perutnya. Dia menyelesaikan masalah rumah tangganya dengan musyawarah dibantu pak Rt dan beberapa Ibu pengajian lainnya. Akhirnya dengan sangat berat hati, Ibu Inggit menerima pernikahan siri suaminya, karena keadaan hamil sekaligus ada 3 orang anak yang harus dinafkahi. Pak Isman pun berjanji dihadapan seluruh warga akan bersikap adil pada istri dan anak anaknya.
Namun, seadil adilnya laki laki itu, tentu saja penghasilannya yang sudah minim dan masih harus dibagi dua, tidak akan mencukupi untuk kebutuhan istri pertama dan ketiga anaknya. Belum lagi untuk biaya persalinan Bu inggit, ditambah istri mudanya juga ikut hamil. Sehingga untuk menutupi kekurangan, Ibu Inggit mencari tambahan biaya dengan menjual daster keliling perumahan. Ibu Ibu teman pengajian pun berinisiatif untuk membantu, dengan mengumpulkan dana untuk membeli motor bekas agar mempermudah Ibu Inggit berjualan.
Ibu Inggit hanya menundukkan kepala seperti merasa bersalah dan tak enak hati setelah menjelaskan perihal motornya. Meskipun sedikit kecewa, aku berusaha menenangkan wanita yang begitu tegar dan kuat di hadapanku ini.
“Tidak apa-apa Bu … Oya, daster pesenan saya boleh saya lihat,” ucapku sembari mengalihkan pembicaraan.
Dengan bersemangat, ibu Inggit segera mengambil tas dan memperlihatkan daster bewarna maroon yang sudah kupesan beberapa hari yang lalu. Setelah membayar, dengan hati hati dan tak menyinggung perasaanya, aku berusaha menawarkan diri pada Bu Inggit dan Yusuf untuk membantu mengantarkan pesanan daster lainnya. Syukurlah dia tidak keberatan, bahkan terpancar raut bahagia di wajah lelahnya.