Praktiknya Sih Praktis, Tapi Ini Risiko Menyimpan Uang Terlalu Banyak di E-Wallet
Olret – Di era serba digital seperti sekarang, e-wallet atau dompet digital jadi penyelamat hidup banyak orang. Bayar kopi tinggal scan QR, belanja online tanpa repot buka rekening, bahkan kirim uang ke teman pun bisa cuma dalam hitungan detik.
Nggak heran, banyak orang merasa lebih nyaman menyimpan sebagian besar uangnya di e-wallet. Tapi, tahukah kamu kalau menyimpan uang terlalu banyak di e-wallet justru bisa berisiko? Yuk, kita bahas apa saja risikonya dan kenapa kamu perlu lebih bijak mengatur saldo digitalmu!
1. Risiko Keamanan dan Peretasan
Meskipun platform e-wallet punya sistem keamanan berlapis, tetap saja risiko kebocoran data atau peretasan itu nyata. Hacker selalu mencari celah, dan begitu akunmu berhasil dibobol, uang bisa langsung lenyap tanpa jejak.
Bayangkan kamu menyimpan jutaan rupiah di e-wallet, lalu akunmu diretas karena kamu tanpa sadar klik tautan phishing atau pakai password yang mudah ditebak. Uang bisa raib sekejap, dan proses pengembalian pun nggak selalu cepat atau mudah.
Tips aman:
Gunakan fitur keamanan tambahan seperti PIN, sidik jari, atau verifikasi dua langkah. Jangan pernah bagikan kode OTP atau tautan verifikasi ke siapa pun, bahkan jika mereka mengaku dari pihak e-wallet.
2. Tidak Dijamin oleh LPS
Kalau uang di rekening bank konvensional dilindungi oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), uang di e-wallet tidak termasuk dalam perlindungan ini. Artinya, kalau sewaktu-waktu platform e-wallet bermasalah atau bahkan bangkrut, saldo kamu berisiko hilang tanpa jaminan pengembalian.
Beberapa e-wallet memang bekerja sama dengan bank penyimpanan dana, tapi tetap saja proteksinya tidak sekuat tabungan biasa. Jadi, lebih aman kalau kamu menyimpan uang utama di rekening bank dan hanya sisakan saldo e-wallet secukupnya untuk transaksi harian.
3. Keterbatasan Fungsi dan Likuiditas
E-wallet memang praktis buat transaksi, tapi nggak fleksibel untuk semua kebutuhan. Misalnya, kamu butuh tarik tunai dalam jumlah besar atau melakukan transfer antarbank tertentu fitur e-wallet sering kali punya batas nominal atau biaya tambahan.
Selain itu, kalau sistem e-wallet sedang error (dan ini cukup sering terjadi), kamu bisa kesulitan mengakses saldo sendiri. Bayangkan mau bayar makanan tapi aplikasi tiba-tiba down, saldo besar pun nggak berguna.
4. Godaan Belanja Impulsif
Saldo e-wallet yang besar bisa bikin kamu merasa “punya uang lebih”, padahal itu semu. Psikolog menyebut fenomena ini sebagai cashless effect di mana orang cenderung lebih boros saat bertransaksi tanpa uang fisik.
Notifikasi promo, cashback, dan diskon kilat di e-wallet juga bikin susah menahan diri. Akibatnya, uang malah cepat habis buat hal-hal yang nggak terlalu penting.
Tips hemat:
Batasi isi saldo e-wallet sesuai kebutuhan mingguan. Kalau sering tergoda promo, matikan notifikasi atau unlink kartu kredit dari e-wallet agar nggak kebablasan.
5. Risiko Teknis dan Human Error
Kadang masalah bukan karena hacker, tapi karena kelalaian pengguna sendiri. Misalnya salah kirim saldo ke nomor lain, lupa password, atau akun terkunci karena salah verifikasi. Kasus seperti ini sering bikin pusing karena proses klaimnya panjang dan butuh waktu.
Selain itu, kalau kamu kehilangan ponsel dan belum mengamankan akun, siapa pun yang menemukan bisa mengakses e-walletmu.
E-wallet memang memudahkan hidup, tapi jangan jadikan tempat utama menyimpan uang. Perlakukan e-wallet seperti dompet fisik cukup isi untuk kebutuhan sehari-hari, bukan semua tabunganmu. Simpan uang utama di rekening bank yang dijamin LPS, dan gunakan e-wallet sebagai alat transaksi praktis saja.
Dengan begitu, kamu tetap bisa menikmati kemudahan dunia digital tanpa harus khawatir saldo raib atau boros tanpa sadar. Jadi, yuk mulai bijak kelola saldo e-walletmu mulai hari ini!