"Pura-Pura Gila" Sang Dosen: Strategi Satir Cerdas Melawan Sahara Rental?
- Youtube @Holla.Entertainment
Olret – Kisah konflik sengit antara Yai Mim, seorang dosen Teologi, Tasawuf, dan Filsafat, dengan tetangganya, Nurul Sahara (pemilik usaha rental mobil), terus menyedot perhatian publik.
Apa yang awalnya hanya sengketa lahan parkir dengan cepat melebar menjadi drama reputasi yang nyaris menghancurkan karier sang dosen.
Awalnya, Yai Mim dihujat habis-habisan oleh warganet. Aksi-aksinya yang terlihat 'nyeleneh', seperti berguling-guling, jatuh, dan tiba-tiba pura-pura stroke saat mediasi, membuat publik menganggapnya stres, provokatif, bahkan gila.
Framing yang dilancarkan pihak Sahara saat itu seolah memenangkan opini publik. Yai Mim pun harus menelan pil pahit pemecatan dari UIN Malang.
Namun, siapa sangka, di balik tingkah yang dianggap 'tidak waras' itu tersimpan sebuah strategi jenius dan drama satir tingkat tinggi!
Strategi 'Orang Gila' Melawan Manipulasi
Bukan hanya kegilaan, strategi Yai Mim yang kontroversial tersebut diyakini oleh sebagian netizen adalah cara cerdas untuk menghadapi lawan yang manipulatif.
1. Hukum 'Yang Waras Mengalah'
Aksi pura-pura gila, menjatuhkan diri, dan bertingkah konyol saat dilabrak Sahara adalah perwujudan dari adagium "yang waras kalah."
Dengan menciptakan suasana absurd dan komedi, Yai Mim berhasil memecah ketegangan dan meredam arogansi lawannya. Ini adalah kecerdasan sosial tingkat tinggi yang justru menghindari konflik fisik dan mengendalikan emosi dengan cara yang tak terduga.
2. Akting Stroke Melawan Santet
Pihak Sahara disebut kerap mengancam Yai Mim dengan ilmu hitam dan melemparkan benda-benda aneh ke halaman rumah.
Ketika Yai Mim tiba-tiba berpura-pura stroke saat mediasi, hal ini diyakini sebagai bentuk satir untuk menunjukkan kepada Sahara, "Ini lho, ilmu santetmu berhasil! Saya kena stroke." Akting tersebut berfungsi ganda: memuaskan ego lawan sekaligus menegaskan bahwa ancaman dan fitnah tidak mempan terhadap dirinya.
3. Mengungkap Kebenaran dengan Pengorbanan
Sebagai seorang dosen dan filsuf, Yai Mim harus rela mengorbankan citra dan reputasinya agar kebenaran terungkap. Bagi sebagian pihak, kehilangan pekerjaan dan dihujat publik adalah harga mahal yang pantas dibayar demi menunjukkan kepada publik mana yang benar dan mana yang salah.