Part 1 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatra Selatan
- Youtube
"AIR BAH!! KABUR! KABUR!! LARI!!!" Aku berteriak-teriak dengan panik.
Mendengar teriakanku, teman-temanku langsung berhamburan keluar tenda dan dengan mata kepala sendiri melihat pemandangan paling mencekam yang pernah kami lihat.
Dengan ngeri kami melihat dari atas Puncak Merapi air bah turun bergulung-gulung ke arah kami. Tanpa berpikir lagi kami langsung lari tunggang-langgang ke arah yang lebih tinggi. Waktu seakan bergerak lambat bagi kami, sementara dibelakang suara air bah terdengar semakin mendekat dengan cepat. Yuni berlari sambil terjatuh-jatuh karena panik.
Kami tiba di tempat yang aman tepat waktu. Dengan mata kepala sendiri, kami menyaksikan air bah menerjang tenda kami, mengoyaknya dan hilang terbawa aliran banjir. Kulihat Yuni terjatuh lalu menangis. Teman-teman yang lain juga terlihat shock. Aku memandangi kedua tanganku yang gemetar hebat. Kami hampir saja mati barusan.
Malam Semakin Gelap, Badai Sudah Kehilangan Kekuatannya Tapi Ketakutan Masih Tersimpan Dihati Kami Masing-Masing.
Aku tak menyangka air di kawah Puncak Merapi bisa naik dan menimbulkan air bah. Terlambat sedikit saja, kami akan ikut terseret seperti nasib tenda kami. Untunglah tidak ada orang lain selain kami di Pelataran.
Malam semakin gelap. Badai sudah kehilangan kekuatannya, tapi hujan rintik masih belum berhenti. Kami berkumpul berdesak-desakan, bingung harus berbuat apa. Tenda dan seluruh peralatan kami sudah hilang tak berbekas. Yang tersisa hanya senter yang aku dan Bang Amran pegang.
Malam semakin pekat. Tak dapat lagi kami bedakan mana tanah dan mana langit. Puncak Merapi hanya terlihat sekilas ketika petir menyambar. Setelahnya kembali hanya kegelapan.
Bang Idan akhirnya mengambil keputusan untuk turun. Semakin lama kami diam ditempat tanpa tenda akan semakin berbahaya. Apa lagi kami masih harus melewati Puncak dempo untuk turun. Belum lagi suhu dingin ditambah hujan rintik, hypothermia bisa menerkam kami kapan saja.
Kami berjalan pelan. Jalanan berbatu kearah puncak Dempo menjadi licin akibat hujan. Kami harus berhati-hati. Bang Amran berjalan di depan sambil mengarahkan senternya memperhatikan jalur yang kian menanjak. Di belakangnya mengekor adalah aku, Yuni, Ale dan Anes. Senter satu lagi kuserahkan pada Bang Idan yang berjalan paling belakang.