Bongkar Kartel Haji: Di Balik Antrean 27 Tahun dan "Jalur Cepat" Miliaran Rupiah

Bongkar Kartel Haji
Sumber :
  • Youtube

Olret – Ibadah haji adalah puncak spiritual bagi umat Islam, sebuah perjalanan suci ke Tanah Suci. Namun, di Indonesia, mimpi suci ini harus berhadapan dengan realitas yang pahit: antrean hingga 27 tahun dan praktik culas yang dikenal sebagai "Kartel Haji."

Dalam sebuah wawancara blak-blakan, Wakil Menteri Haji dan Umrah, dr. H. Dahnil Anzar Simanjuntak, membongkar bagaimana sektor yang seharusnya paling bersih ini justru dikotori oleh korupsi, dan mengapa Presiden Prabowo Subianto membentuk kementerian baru untuk memutus rantai mafia tersebut.

Antrean Panjang dan 'Jalur Kilat' Ilegal

menunaikan ibadah haji

Photo :
  • pinterest

Realitas pertama yang harus dihadapi calon jemaah haji reguler adalah penantian yang tak berkesudahan. Dengan kuota haji Indonesia hanya sekitar 221.000 per tahun, jemaah harus bersabar hingga rata-rata 27 tahun untuk giliran berangkat.

Ironisnya, di tengah penantian para petani dan buruh yang menabung puluhan tahun, muncul "jalur cepat" yang ilegal dan sangat mahal. Jalur ini memanfaatkan visa khusus dari Arab Saudi yang dikenal sebagai Furoda.

"Furoda itu sebenarnya visa yang dikeluarkan oleh Pemerintah Saudi... tapi oleh banyak pihak itu diperdagangkan bahkan ada yang Rp1 miliar," ungkap Dahnil.

Jalur-jalur ilegal ini—termasuk praktik "flexing ibadah" oleh figur publik—adalah pelanggaran hukum dan tindakan yang zalim. Dahnil Anzar menegaskan, satu-satunya cara legal untuk memotong antrean adalah dengan lulus seleksi sebagai petugas haji (seperti dokter haji) yang bertugas melayani jemaah, bukan sebagai jemaah biasa.

Melawan Kartel dan Kebocoran Triliunan Rupiah

kain ihram umrah dan haji

Photo :
  • pinterest

Pembentukan Kementerian Haji dan Umrah adalah langkah berani Presiden Prabowo untuk melakukan spesialisasi dan pembersihan total. Sektor haji dan umrah mengelola perputaran uang yang sangat besar, mencapai Rp40 hingga Rp60 triliun per tahun. Skala ekonomi yang masif inilah yang menarik para pemburu rente.

Wamen Dahnil Anzar dengan tegas menyatakan keberadaan "Kartel Haji" yang membuat industri ini sangat tertutup. Ia mengungkap adanya kebocoran dan inefisiensi yang diperkirakan mencapai 20 hingga 30% dari total anggaran di setiap pos, mulai dari katering hingga akomodasi di Tanah Suci.