Aliran Hukum Alam dalam Filsafat Hukum: Landasan Moral, Rasionalitas, dan Keadilan dalam Negara Hukum Indonesia Summary

Filsafat Hukum
Sumber :
  • https://thumb.viva.id/vivawisata/1265x711/2024/04/17/661f9a38d1b71-para-filsuf-yunani-dan-romawi-kuno_wisata.jpg

Kedua, hukum alam dapat dikenali melalui akal budi manusia atau melalui wahyu Ilahi, tergantung pada pendekatan yang digunakan. Dalam hal ini, manusia dipandang memiliki kemampuan rasional untuk membedakan antara yang adil dan tidak adil.

Ketiga, hukum alam berfungsi sebagai ukuran dan batu uji bagi hukum positif. Apabila hukum positif bertentangan dengan hukum alam, maka hukum tersebut dapat dianggap tidak adil dan patut untuk dikritisi atau bahkan ditolak secara moral. Karakteristik ini menegaskan bahwa hukum tidak boleh dilepaskan dari nilai keadilan dan kemanusiaan.

Perkembangan Aliran Hukum Alam Secara Historis

Secara historis, aliran hukum alam telah berkembang sejak masa Yunani dan Romawi kuno. Pada masa ini, hukum dipahami sebagai bagian dari keteraturan alam semesta yang rasional. Para filsuf seperti Socrates, Plato, dan Aristoteles memandang bahwa hukum harus mencerminkan kebajikan dan keadilan yang objektif, bukan sekadar kehendak penguasa.

Pada abad pertengahan, perkembangan hukum alam sangat dipengaruhi oleh ajaran agama. Hukum Tuhan dipandang sebagai hukum tertinggi yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Pemikir seperti St. Agustinus dan Thomas Aquinas menegaskan bahwa hukum positif hanya dapat dianggap adil apabila bersumber dari hukum Tuhan.

Memasuki zaman modern, hukum alam mengalami pergeseran dengan menempatkan akal manusia sebagai sumber utama hukum. Perkembangan ini menunjukkan bahwa hukum alam bersifat dinamis, namun tetap berpegang pada prinsip dasar keadilan.

Sumber dan Tokoh-Tokoh Aliran Hukum Alam

Sumber hukum alam secara umum dapat dibagi ke dalam tiga pendekatan, yaitu irasional, rasional, dan empiris. Pendekatan irasional memandang bahwa hukum alam bersumber dari Tuhan dan wahyu Ilahi. Tokoh-tokoh seperti St. Agustinus dan Thomas Aquinas menekankan bahwa hukum manusia harus tunduk pada hukum Tuhan agar dapat mencerminkan keadilan sejati.

Pendekatan rasional menempatkan akal manusia sebagai sumber utama hukum alam. Tokoh seperti Hugo Grotius berpendapat bahwa hukum alam dapat ditemukan melalui rasio manusia dan bahkan bersifat mengikat meskipun tanpa keberadaan Tuhan.

Sementara itu, pendekatan empiris menekankan pengalaman inderawi sebagai sumber pengetahuan hukum, sebagaimana dikemukakan oleh John Locke dan Thomas Hobbes. Ketiga pendekatan ini menunjukkan kekayaan pemikiran dalam aliran hukum alam.