Memeluk Keterpurukan, Menemukan Tujuan: Pelajaran Bisnis, Ego, dan Keluarga dari Reinat Fuad
- Youtube suara berkelas
Olret – Di tengah hiruk pikuk ambisi dan kesuksesan, banyak orang merasa lost, terjebak di persimpangan hidup.
Reinat Fuad, seorang entrepreneur, penulis buku Saat Terpuruk, Mereka Bangkit: Kisah Para Pengusaha Menemukan Jalan, dan co-founder Kasih Solusi, berbagi sudut pandangnya mengenai titik balik, peran keluarga, dan musuh terbesar bagi para pengejar karier: ego.
Dalam sebuah perbincangan, Renat memaparkan bahwa motivasinya mendirikan usaha jauh melampaui kepentingan pribadi. Ia ingin melihat dampak yang lebih luas.
“Alasan kamu resign itu kenapa?” tanya bosnya saat itu. “Saya mau jadi pengusaha, Pak,” jawab Renat.
“Kalau saya kerja di sini, memang benar keluarga saya safe,” ujarnya. “Tapi kalau seandainya saya buka usaha dan usaha saya berhasil, berapa kepala keluarga yang bisa saya selamatkan? Bukan hanya diri saya sendiri.”
Filosofi ini menjadi fondasi kuat yang membantunya melalui masa terberat, termasuk pandemi COVID-19 yang melumpuhkan bisnis catering-nya. Keterpurukan justru menjadi pemicu lahirnya Kasih Solusi.
“Pandemi itu menjadi sebuah titik yang paling besar dari turbulensinya,” kenang Renat. “Yang membuat saya bisa bangkit dan di keterpurukan tersebut ya keluarga... Itulah yang membuat saya tetap bangun di pagi hari dan buat saya tetap berjalan.”
Keluarga: Bukan Pengorbanan, Melainkan Kekuatan
Renat menentang stigma bahwa mengejar karier harus mengorbankan keluarga. Baginya, keluarga adalah purpose dan sumber inspirasi, bukan hambatan. Ia mencontohkan dua tokoh wanita karier hebat:
Indra Nooyi (CEO PepsiCo)
Meskipun memimpin perusahaan global, Nooyi dikenal selalu memprioritaskan kehadiran untuk anak-anaknya. "Paling penting presence dia untuk anaknya," kata Renat, menggarisbawahi bagaimana Nooyi memastikan anak-anaknya merasakan kehadirannya di tengah jadwal padat.
Ibu Nurhayati Subakat (Pendiri Paragon/Wardah)
Ibu Nurhayati berani keluar dari posisi manajerial yang bergengsi untuk fokus pada keluarga, lalu mendirikan bisnis yang kini menghidupi puluhan ribu orang.
“Dengan Reason apaan? Dengan Reason gua enggak mau ninggalin anak gue dan gua enggak mau ninggalin anak-anak gua dan suami gue terlantar. Ternyata dia bisa hidupi banyak kepala keluarga dengan baik,” ungkap Renat.
Pelajaran kuncinya adalah menyeimbangkan peran dengan membuat sistem yang kuat dalam bisnis, sehingga pekerjaan bisa berjalan tanpa micromanagement dan kualitas waktu bersama keluarga tetap optimal.
Ego: Musuh Sejati Pengejar Sukses
Musuh terbesar dalam perjalanan karier dan bisnis, menurut Renat, adalah ego yang tidak terkontrol. Ia membedakan antara ego dan confidence (kepercayaan diri).
- Confidence: Didasari oleh fakta, hasil kerja keras, dan pengalaman.
- Ego: Didasari oleh feeling grandiosa, merasa lebih besar dari yang sesungguhnya.
Ego berbahaya dalam tiga fase: aspirasi, kesuksesan, dan kegagalan. Terutama saat terpuruk, ego menghalangi seseorang mengakui kesalahan dan belajar darinya.
“Ketika lu bisa ngendalikan ego lu, maka lu akan mengatakan, ‘Yes, this is my fault.’ Gua ditipu karena gua membiarkan dia menipu gue, berarti gua akan mengambil pelajaran ke depannya seperti apa,” jelas Renat.
Ia menggarisbawahi perihal ego ini dengan membandingkan dua legenda sepak bola. Ia memuji Cristiano Ronaldo sebagai sosok yang mampu mengendalikan egonya, beradaptasi dengan perubahan gaya bermain, dan terus meningkatkan diri.
Sebaliknya, ia menjadikan Diego Maradona sebagai contoh sosok hebat yang jatuh karena tidak mampu mengendalikan ego dan gaya hidup buruk.
Peringatan keras juga ditujukan pada para pebisnis: "Ego itu bisa menutupi itu semua ketika kita ada di puncak," mengacu pada kisah kegagalan Nokia yang menolak berkolaborasi karena merasa sudah terlalu superior sebagai market leader.
Nasihat Terburuk dalam Bisnis
Di akhir perbincangan, Renat menyoroti nasihat yang sering didengar, namun dianggapnya paling buruk: “Jangan terlalu baik, nanti dimanfaatin sama orang.”
Menurutnya, nasihat ini mendorong sikap egois dan menjauhkan orang dari nilai-nilai kemanfaatan. Ia berpesan:
“Enggak ada ruginya jadi orang baik, enggak ada. Justru itu nasihat terburuk yang pernah gua dengar,” tegasnya. “Lakuin for the sake of Allah aja, enggak usah lu mikir kayak, 'Ah besok gua mau baik kayak gini entar dia akan baik?' Enggak usah. Enggak usah expect itu sama sekali.”
Intinya, dalam mengarungi badai bisnis, fokuslah pada tanggung jawab ilahi, jadikan keluarga sebagai motivasi, dan kendalikan ego. Dengan begitu, setiap keterpurukan hanyalah fase untuk menemukan jalan baru menuju kebangkitan.