Kisah Nyata (Part 5): Angkernya Jalur Dukuh Liwung Gunung Slamet

Gunung Slamet
Sumber :
  • instagram

Rasa lelah hilang seketika, semua halang rintang yang kami hadapi selama pendakian ini, terbayar sudah oleh pemandangan yang terhampar indah di depan mata kami. Setelah mengatur nafas sejenak, kami langsung berfoto, untuk mengabadikan keindahan alam dari ketinggian ini.

Sekarang awan bukan hanya ada diatas kami, tapi juga dibawah pandangan kami. Salah satu hikmah mendaki puncak adalah kita dapat melihat betapa luas bumi ini, betapa agungnya kekuasaan Tuhan. Kita manusia hanya buih kecil yang bukan apa-apa, tidak ada yang patut kita sombongkan.

Puncak yang kami daki ini sebernarnya bukan lah puncak utama gunung ini, melainkan masih ada satu puncak lagi yang dapat kami jangkau dengan menyusuri pinggir kawah ini.

Walau demikian, kami tetap bersyukur sudah sampai sejauh ini. Kami sebenarnya bisa saja melanjutkan ke puncak utama, namun mengingat hari sudah siang, dan teman kami Widi menunggu di bawah, kami memutuskan cukup sampai disini.

Setelah kurang lebih satu jam kami berada disini, kini kami harus segera turun, karena asap belerang dari kawah gunung ini sewaktu-waktu dapat meracuni kami. Dengan tenaga yang tersisa, kaki-kaki ini mulai melangkah turun, tak lebih mudah dari perjalan naik tadi. Kami harus kembali menghadapi hamparan pasir berbatu yang kini dapat membuat kami tergelincir jika tidak hati-hati.

Kami memilih berseluncur diawal langkah menuruni puncak gunung ini, lalu dilanjutkan dengan melangkah perlahan. Sakit pada kaki tak bisa dihindarkan lagi, karena kami harus menahan bobot tubuh kami disetiap langkah yang kami ambil agar tidak merosot terlalu jauh. Perlahan namun pasti, kami akhirnya tiba di pos 5 tempat kami mendirikan tenda.

“Alhamdulilllaahh..” Ucap kami seraya berjalan dengan tubuh yang tengah gontai kehabisan tenaga. Teriknya matahari membuat lelah kami berlipat ganda, namun tak membuat kami hilang semangat. Waktu menunjukkan pukul 11 siang, tentu saja perut kami sudah keroncongan. Untunglah ada Widi yang sudah siap menyambut kami dengan hidangan makan siang.

“Haii gaess!!!..gimana-gimana?’’ Seru Widi antusias menyambut kedatangan kami. Dari suaranya saya tau, bahwa dirinya pun berharap jadi bagian dari pendakian puncak tadi. “Ayo-ayo, istirahat dulu.” Sambungnya seraya mempersilahkan kami duduk dibawah flysheet di depan tenda. Setelah mengambil nafas, sedikit merebahkan diri dan meluruskan kaki, melepas alas kaki yang seakan kini penuh duri, dan setelah membersihkan sisa-sisa kotoran yang menempel, kami langsung menyantap hidangan makan siang yang sudah memanggil-manggil sejak tadi.