Alarm Keras dari Miliarder Saham: Mengapa Eks-Pakar Crypto "Pensiun" Dini dari Altcoin dan Beralih ke Bursa Efek

Alvin Tanasta
Sumber :
  • Youtube

Olret – Sejak hype kripto meroket, narasi tentang kekayaan instan telah mendominasi media sosial. Namun, seorang investor yang pernah menjadi bagian dari euforia tersebut, Alvin Tanasta, kini justru menarik rem.

Duel Safe Haven di Tengah Badai Inflasi: Emas vs Bitcoin, Mana yang Paling Cuan di Akhir 2025?

Eks-analis Cryptoquant yang kini menjadi miliarder di pasar saham ini, secara terbuka mengungkapkan keputusannya untuk memindahkan fokus dan sebagian besar asetnya—kecuali Bitcoin—ke instrumen yang lebih tradisional: saham.

Retaknya Janji Keuntungan Ratusan Persen

Ketika Rp300 Triliun Lenyap dalam 15 Menit: Sisi Gelap Kripto dan Jeritan Jiwa yang Bangkrut

Alvin Tanasta bukanlah penganut anti-kripto. Ia masih menjadi Bitcoin maximalist sejati, mempertahankan kepemilikan BTC dengan harga beli rata-rata yang sangat rendah (sekitar $20.000 hingga $30.000) sejak awal.

Namun, keputusannya untuk mengalihkan fokus dari altcoin didasarkan pada satu poin fundamental: Potensi return di kripto mulai menyusut secara dramatis.

Lupakan Saham atau Kripto: Cara Terbijak Menghabiskan Rp100 Juta Pertama di Usia 20-an Adalah untuk Membeli Kenangan!

1. Hukum Diminishing Return Bitcoin

Alvin menjelaskan bahwa kenaikan harga Bitcoin setelah setiap halving semakin kecil.

Pada siklus 2017 ke 2021 (puncak bull market), Bitcoin melonjak fantastis, memberikan return sekitar 3,5 kali lipat.

Namun, untuk siklus mendatang, Alvin memprediksi kenaikan tersebut akan merosot tajam, mungkin hanya menyentuh angka dua kali lipat lebih sedikit.

"Return ini akan semakin mengecil terus seiring dengan membesarnya market cap Bitcoin," tegas Alvin.

Bagi seorang investor yang terbiasa mengejar return spektakuler, penurunan potensi ini sudah cukup menjadi sinyal untuk pindah ke ladang lain.

2. Altcoin: Arena Spekulasi yang Kejam

Jika Bitcoin saja menunjukkan penurunan potensi, kondisi altcoin jauh lebih mengkhawatirkan. Alvin menyoroti bahwa pasar kini dibanjiri oleh ribuan proyek baru yang memiliki sifat sangat spekulatif.

Pengalamannya menunjukkan bahwa sebagian besar altcoin baru, bahkan setelah diluncurkan (Initial Coin Offering—ICO), cenderung langsung rontok (rungkat).

Pasar altcoin, menurut Alvin, telah berubah menjadi arena gambling yang kejam, di mana risiko kehilangan modal jauh lebih besar daripada potensi keuntungan jangka panjang.

Dari Aset Digital ke Aset Produktif

Keputusan Alvin Tanasta untuk bergeser ke saham mencerminkan filosofi investasinya: ia lebih menghargai aset produktif.

Ia memandang Bitcoin sebagai "store of value" murni, aset yang mirip emas, yang nilainya dipertahankan karena kelangkaan, bukan karena produktivitas bisnis.

Sebaliknya, saham dianggap sebagai aset produktif karena mewakili kepemilikan di sebuah bisnis nyata.

Berinvestasi di saham berarti Anda berinvestasi dalam perusahaan yang menghasilkan produk, menciptakan lapangan kerja, dan memiliki potensi pertumbuhan yang terukur.

Intinya: Ketika risiko di pasar kripto semakin tinggi dan potensi return semakin rendah, Alvin memilih instrumen yang menawarkan fundamental bisnis yang lebih solid dan jalur pertumbuhan yang lebih realistis.

Ini adalah sebuah pengakuan bahwa fase awal hyper-growth kripto mungkin sudah berakhir, dan era investasi yang matang membutuhkan pendekatan yang lebih disiplin.

Apakah langkah Alvin Tanasta ini menjadi isyarat bagi investor ritel lainnya untuk mengevaluasi ulang portofolio crypto mereka?