Part 6 : Teror Pasangan Pendaki Mistis di Gunung Ciremai

Alasan mendaki gunung sindoro
Sumber :
  • www.ngayap.com

Dia memberi aba-aba untuk tenang. Baru kusadari, didepanku tergeletak banyak tubuh pendaki gunung. Satu tubuh malah tepat ada disampingku. Yang lain terserak tak beraturan. Mereka semua tertidur. Hanya saja kulitnya sepucat mayat

Gunung Papandayan: Dari Sunrise Paling Menawan Hingga Eksotisme di Hutan Mati

Orang itu menyuruhku berdiri dengan tenang. Aku diperintahkan mengikutinya. Dia berjalan menjauhi tangga batu, masuk menembus kegelapan hutan. Aku berjingkat-jingkat berusaha tidak mengeluarkan suara apapun.

Seekor gagak diatasku. Melompat dari dahan ke dahan seakan mengikuti.

Jebakan Utang dan Ludah Dendam: Kisah Horor Pak Rahman di Gunung Hejo

"Abang dari mana tadi? I... Itu siapa bang? Me.. Mereka tadi? " Suaraku gemetar bertanya.

Tidak seperti biasanya, dia menjawab dengan berbisik, "ini bukan tempat lu lagi boy, jangan sampai ada yang tau kita disini."

Tak Hanya Legenda: Menguak Kisah Nyata Ilmu Pancasona dan Kejatuhan Sang Raja Gelap

Aku mengangguk pelan. Tapi masih tetap menunggu penjelasan.

"Itu pendaki yang.... Udahlah, ngga perlu tau. Pokoknya jangan sampe mereka bangun." Bisiknya lagi.

Kami berjalan semakin jauh masuk kedalam hutan. Aku tercengang melihat agak jauh di samping kananku, menjulang diantara hutan dan kabut sebuah bangunan besar. Ditengah malam seperti ini, bangunan besar dengan menara-menaranya yang tinggi tanpa penerangan sama sekali terlihat bagai raksasa. Rupanya dari sanalah sumber suara gending-gending itu.

Aku membuang muka, tidak ingin membayangkan mahkluk-mahkluk apa yang ada didalam sana dan kembali fokus melihat punggung orang itu yang berjalan didepanku. Suasana sekitar hening mencekam. Tidak ada satu pun bunyi suara binatang hutan. Kabut tipis melayang rendah diantara pohon-pohon cantigi.

Lalu mendadak kita sampai ditepi hutan. Orang itu berhenti. Dia memberiku aba-aba untuk mundur beberapa langkah dan bersembunyi dibalik semak. Didepan kami menghampar tanah lapang yang luas. Aku tak tahu seberapa luasnya karena tertutup kegelapan dan tirai kabut.

"Boy, kita udah sampe. Mulai dari sini lu jalan sendiri. Inget untuk apa lu jauh-jauh ke sini kan?" Orang itu membuka pembicaraan.

"Iya bang. Ngambil pembalut yang dibuang Ayu." Kataku.

"Jalan lurus aja. Jangan bikin keributan. Jangan narik perhatian. Jangan sampe Nyi Linggi tau keberadaan lu."

Aku mengangguk mengerti, "tapi bukannya Nyi Linggi baik bang, kan dia yang nolong waktu ada Kalong Wewe.. " Tanyaku.

Halaman Selanjutnya
img_title